Rabu, 01 Juni 2011

Karakteristik Perkembangan Kemandirian dan Karier Anak dan Remaja

Sebelum membahas mengenai karakteristik perkembangan kemandirian dan karier pada anak dan remaja secara lebih jauh tentu kita harus mengetahui definisi perkembangan itu sendiri, menurut Akhmad Sudrajat (2008), “Perkembangan dapat diartikan sebagai perubahan yang sistematis, progresif dan berkesinambungan dalam diri individu sejak lahir hingga akhir hayatnya atau dapat diartikan pula sebagai perubahan-perubahan yang dialami individu menuju tingkat kedewasaan atau kematangannya.” Sedangkan menurut Dr. Aminah Soepalarto, SpS Perkembangan adalah proses yang berlangsung sejak konsepsi, lahir dan sesudahnya, dimana badan, otak, kemampuan dan tingkah laku pada masa usia dini, anak-anak, dan dewasa menjadi lebih kompleks dan berlanjut dengan kematangan sepanjang hidup.” Dari dua definisi tersebut dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa perkembangan merupakan sebuah proses progresif berkesinambungan dalam pase kehidupan individu menuju kematangan hidupnya.
Dan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia “kemandirian” berasal dari kata mandiri yang berarti keadaan dapat berdiri sendiri; tidak bergantung pada orang lain. Dan karier berarti keahlian (hobi dsb) yg diamalkan dalam masyarakat atau dijadikan sumber kehidupan; atau kemajuan dalam kehidupan; perkembangan dan kemajuan dalam pekerjaan,atau jabatan,
Setelah kita mengetahui definisi dari penggalan kata pertumbuhan, kemandirian, dan karier, maka mudah bagi kita untuk mengetahui definisi dari “Karakteristik Perkembangan Kemandirian dan karier Anak dan Remaja” yaitu, proses progresif menuju kematangan seorang individu dalam menjalani hidup dengan usaha dirinya sendiri dan kemampuannya dalam mengambil peran dalam kehidupan di masyarakat dalam fase anak dan remaja dan orientasinya di masa depan.
Uraian singkat dibawah ini akan membantu kita untuk lebih memahami materi tersebut.

A. Konsep Kemandirian
Menurut Hanna Widjajanti kemandirian menunjuk pada adanya kepercayaan akan kemampuan diri untuk menyelesaikan persoalan-persoalan tanpa bantuan khusus dari orang lain, keengganan untuk dikontrol orang lain, dapat melakukan sendiri kegiatan-kegiatan, dan menyelesaikan sendiri masalah-masalah yang dihadapi.
Dalam pandangan Lerner (1976), konsep kemandirian (autonomy) mencakup kebebasan untuk bertindak, tidak tergantung kepada orang lain, tidak terpengaruh lingkugan dan bebas mengatur kebutuhan sendiri. Konsep kemandirian ini hampir senada dengan yang diajukan Watson dan Lindgren (1973) yang menyatakan bahwa kemandirian (autonomy) ialah kebebasan untuk mengambil inisiatif, mengatasi hambatan, gigih dalam usaha, dan melakukan sendiri segala sesuatu tanpa bantuan orang lain.
Sedangkan kemandirian yang menggunakan istilah autonomy, Steinberg (1995 : 285)mengkonsepsikan kemandirian sebagai self governing person, yakni kemampuan menguasai diri sendiri.
Kemandirian merupakan sikap dimana seorang individu mencoba menghadapi persoalan hidup dengan menggunakan caranya sendiri tanpa ada interpensi dari pihak eksternal, dan meminimalisir bantuan dari orang lain. Kemandirian juga dapat diartikan sebuah posisi dimana individu bebas mengatur hidupnya, dan menerima sendiri segala konsekuensi atas apa yang telah ia kehendaki. Dengan demikian individu mampu memetik hikmah dari setiap masalah yang ia hadapi, sehingga ia akan lebih matang dan siap dalam menjalani kehidupan yang keras dan penuh tantangan di masa depan. Sehingga seseorang bisa disebut pribadi/individu yang sepenuhnya, dalam arti mampu mengendalikan sendiri kehidupannya, baik dari aspek fisiologis dan psikologis.

B. Karakteristik Perkembangan Kemandirian Pada Anak Dan Remaja
Kemandirian (autonomy) merupakan salah satu tugas perkembangan yang fundamental pada tahun-tahun perkembangan masa kanak-kanak dan remaja. Steinberg (1995 :286) menegaskan, disebut fundamental karena pencapaian kemandirian pada anak dan remaja sangat penting artinya dalam kerangka menjadi individu dewasa bahkan pentingnya kemandirian diperoleh individu pada masa remaja sama dengan pentingnya pencapaian identitas diri oleh mereka.
Kemandirian harus mulai ditanamkan sejak usia dini agar kemudian anak mampu tumbuh menjadi individu yang mampu melakukan segala hal dengan kemampuan diri sendiri yang dominan, artinya anak mampu menyelesaikan suatu pekerjaan dengan sedikit atau tanpa bantuan orang lain. Merupakan suatu kebanggaan bagi para orang tua saat anaknya mampu melakukan segala hal sendiri, seperti memakai sepatu, berpakaina, makan tanpa disuapi, ataupun mengerjakan pekerjaan rumah.
Kemandirian, seperti halnya kondisi psikologis yang lain, dapat berkembang dengan baik jika diberikan kesempatan untuk berkembang melalui latihan yang dilakukan secara terus-menerus dan dilakukan sejak dini. Latihan tersebut dapat berupa pemberian tugas-tugas tanpa bantuan, dan tentu saja tugas-tugas tersebut disesuaikan dengan usia dan kemampuan anak.
Latihan kemandirian yang diberikan kepada anak harus disesuaikan dengan usia anak. Contoh: Untuk anak-anak usia 3 - 4 tahun, latihan kemandirian dapat berupa membiarkan anak memasang kaos kaki dan sepatu sendiri, membereskan mainan setiap kali selesai bermain, dll.
Seringkali orang dewasa beranggapan bahwa hal yang dikerjakan seorang anak itu tidak efisien dan memakan waktu yang lama, maka orang dewasa atau orang tua tidak membiarkan anak melakukan hal kecil sekalipun, seperti membuka bungkus permen, ini kegiatan yang sangat enteng bagi orang dewasa, tapi lain hal bagi anak kecil, bagi mereka ini merupakan perjuangan. Dan pemikiran inilah yang menghambat proses belajar anak dalam menumbuhkan kemandiriannya, hal kecil yang seharusnya menjadi latihan kemandirian anak diambil alih oleh orang dewasa, sehingga dalam perkembangannya anak akan selalu minta bantuan orang dewasa untuk melakukan hal tersebut. Bukanlah merupakan hal asing bagi kita menyaksikan anak berusia lima atau enam tahun yang masih belum bisa memakai pakaian sendiri, atau anak yang untuk makan saja masih harus disuapi oleh orang tuanya. Ini merupakan hasil dari keengganan orang tua dalam melatih anak mereka melakukan hal kecil yang akan membangun kemandiriannya kelak.

Sementara untuk anak remaja berikan kebebasan misalnya dalam memilih jurusan atau bidang studi yang diminatinya, atau memberikan kesempatan pada remaja untuk memutuskan sendiri jam berapa ia harus sudah pulang ke rumah jika remaja tersebut keluar malam bersama temannya (tentu saja orangtua perlu mendengarkan argumentasi yang disampaikan sang remaja tersebut sehubungan dengan keputusannya). Dengan memberikan latihan-latihan tersebut (tentu saja harus ada unsur pengawasan dari orangtua untuk memastikan bahwa latihan tersebut benar-benar efektif), diharapkan dengan bertambahnya usia akan bertambah pula kemampuan anak untuk berfikir secara objektif, tidak mudah dipengaruhi, berani mengambil keputusan sendiri, tumbuh rasa percaya diri, tidak tergantung kepada orang lain dan dengan demikian kemandirian akan berkembang dengan baik.

Pendapat ini diperkuat oleh pendapat para ahli perkembangan yang menyatakan: "Berbeda dengan kemandirian pada masa anak-anak yang lebih bersifat motorik, seperti berusaha makan sendiri, mandi dan berpakaian sendiri, pada masa remaja kemandirian tersebut lebih bersifat psikologis, seperti membuat keputusan sendiri dan kebebasan berperilaku sesuai dengan keinginannya".
Dalam pencarian identitas diri, remaja cenderung untuk melepaskan diri sendiri sedikit demi sedikit dari ikatan psikis orangtuanya. Remaja mendambakan untuk diperlakukan dan dihargai sebagai orang dewasa. Hal ini dikemukan Erikson(dalam Hurlock,1992) yang menamakan proses tersebut sebagai “proses mencari identitas, atau pencarian diri sendiri. Dalam proses ini remaja ingin mengetahui peranan dan kedudukannya dalam lingkungan, disamping ingin tahu tentang dirinyasendiri”.
Teman sebaya merupakan proses pertama dimana remaja mulai belajar berfikir dan bertindak mandiri, mengambil keputusan sendiri, menerima bahkan menolak ajakan teman sebayanya. Di lingkungan inilah permasalahan remaja mulai timbul, dan memerlukan pemecahan yang dihasilkan dari hasil usaha remaja sendiri, di lingkungan inilah remaja mulai melepas diri dari bantuan keluarga, karena mereka menganggap bahwa ini masalahnya sendiri.

Karakteristik Perkembangan Kemandirian Anak
1. Usia 1-2 tahun : anak mampu minum dari gelasnya sendiri tanpa tumpah, mulai makan sendiri dengan menggunakan sendok.
2. Usia 2-3 tahun : memberitahu orang dewasa kala ingin buang air
3. Usia 3-4 tahun : anak mampu ke kamar mandi sendiri
4. Usia 5-7 tahun : anak mampu berpakaian sendiri, mengikat simpul tali sepatu.
5. Usia 8-10 tahun :anak sudah mamapu membenahai peralatan pribadinya seperti menyiapkan buku sesuai jadwal pelajaran, mampu memenuhi kebutuhan sendiri seperti, memasaka mi instan saat orang orang tua tidak di rumah.

C. Tipe-tipe Perkembangan kemandirian Pada Anak dan Remaja
Perlu kita kita ketahui bahwa kemandirian dilihat dari beberapa aspek seperti yang dikemukakan oleh Havighurst (1972), yang menyatakan bahwa kemandirian memiliki beberapa aspek, yaitu:
1. Aspek Intelektual, yang merujuk pada kemampuan berpikir, menalar, memahami beragam kondisi, situasi, dan gejala-gejala masalah sebagai dasar usaha mengatasi masalah.
2. Aspek Sosial, berkenaan dengan kemampuan untuk berani secara aktif membina relasi sosial, namun tidak tergantung pada kehadiran orang lain di sekitarnya.
3. Aspek Emosi, menunjukkan kemampuan individu untuk mengelola serta mengendalikan emosi dan reaksinya, dengan tidak tergantung secara emosi pada orang tua.
4. Aspek Ekonomi, menujukkan kemandirian dalam hal mengatur ekonomi dan kebutuhan-kebutuhan ekonomi, dan tidak lagi tergantung pada orang tua.
Steinberg (1995 : 289) membagi kemandirian dalam tiga tipe, yaitu
kemandirian emosional (emotional autonomy), kemandirian behavioral (behavioral autonomy), dan kemandirian nilai (values autonomy).

1. Kemandirian Emosional
Kemandirian emosional dapat diartikan sebagai kemampuan individu dalam mengelola emosinya, seperti pemudaran ikatan emosional anak dengan orang tua. Percepatan pemudaran hubungan itu terjadi seiring dengan semakin mandirinya remaja dalam mengurus diri sendiri. Dalam analisis Berk (1994) konsekuensi dari semakin mampunya remaja mengurus dirinya sendiri maka waktu yang diluangkan orang tua terhadap anak semakin berkurang dengan sangat tajam. Proses ini sedikit besarnya memberikan peluang bagi remaja untuk mengembangkan kemandiriannya terutama kemandirian emosional. Disamping itu, hubungan antara anak dan lingkungan sebaya yang lebih intens dibanding dengan hubungan anak dengan orang tua menyebabkan hubungan emosional anak dan orang tua semakin pudar. Kedua pihak ini lambat laun akan mengendorkan simpul-simpul ikatan emosional infantil anak dengan orang tua (Steinberg, 1995 : 290). Namun ini bukan berarti anak akan mealukan pemberontakan terhadap orang tua, ini hanya masalah kedekatan yang berbeda, memudar bukan berarti pupus tak bersisa, walau bagaimanapun ikatan batin tetap akan terjalin antara anak dan orang tua.

Menurut Silverberg dan Steinberg (Steinberg, 1995 :291) ada empat aspek kemandirian emosional remaja, yaitu:
1. Sejauh mana remaja mampu melakukan de-idealized terhadap orang tua,
2. Sejauh mana remaja mampu memandang orang tua sebagai orang dewasa umumnya (parents as people),
3. Sejauh mana remaja tergantung kepada kemampuannya sendiri tanpa mengharapkan bantuan emosional orang lain (non dependency), dan
4. Sejauh mana remaja mampu melakukan individualisasi di dalam hubungannya dengan orang tua.

2. Kemandirian Behavioral

Kemandirian perilaku (behavioral autonomy) merupakan kapasitas individu dalam menentukan pilihan dan mengambil keputusan tanpa ada campur tangan dari orang lain. Tapi bukan berarti mereka tidak memerlukan masukan dari orang lain, mereka akan menggunakan maskukan tersebut sebagai referensi baginya dalam mengambil keputusan.

Menurut Steinberg (1993 : 296) ada tiga domain kemandirian perilaku
(behavioral autonomy) yang berkembang pada masa remaja.

Pertama, mereka memiliki kemampuan mengambil keputusan yang ditandai oleh
a. Menyadari adanya resiko dari tingkah lakunya,
b. Memilih alternatif pemecahan masalah didasarkan atas pertimbangan sendiri dan orang lain
c. Bertanggung jawab atas konsekuensi dari keputusan yang diambilnya.

Kedua, mereka memiliki kekuatan terhadap pengaruh pihak lain yang ditandai oleh
a. Tidak mudah terpengaruh dalam situasi yang menuntut konformitas,
b. Tidak mudah terpengaruh tekanan teman sebaya dan orang tua dalam mengambil keputusan,
c. Memasuki kelompok sosial tanpa tekanan.

Ketiga, mereka memiliki rasa percaya diri (self reliance) yang ditandai oleh
a. Merasa mampu memenuhi kebutuhan sehari-hari di rumah dan di sekolah,
b. Merasa mampu memenuhi tanggung jawab di rumah dan di sekolah,
c. Merasa mampu mengatasi sendiri masalahnya,
d. Berani mengemukakan ide atau gagasan.

3. Kemandirian Nilai
Kemandirian nilai (values autonomy) merupakan proses yang paling kompleks, tidak jelas bagaimana proses berlangsung dan pencapaiannya, terjadi melalui proses internalisasi yang pada lazimnya tidak disadari, umumnya berkembang paling akhir dan paling sulit dicapai secara sempurna dibanding kedua tipe kemandirian lainnya. Kemandirian nilai (values autonomy) yang dimaksud adalah kemampuan individu menolak tekanan untuk mengikuti tuntutan orang lain tentang keyakinan (belief) dalam bidang nilai.

D. Factor Yang Dapat Mempengaruhi Perkembangan Kemandirian Anak Dan Remaja
Kemandirian merupakan aspek yang berkembang dalam diri setiap orang, yang bentuknya sangat beragam, pada tiap orang yang berbeda, tergantung pada proses perkembangan dan proses belajar yang dialami masing-masing orang. Ada banyak factor-faktor yang mempengaruhi perkembangan kemandirian anak, namun ada beberapa factor yang sangat berperan banyak dalam membentuk kemandirian anak.
Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Kemandirian anak dan Remaja.
1. Gen atau keturunan orang tua. Orang tua yang memiliki sifat kemandirian tinggi seringkali menurunkan anak yang memiliki kemandirian juga. Namun, factor keturunan ini masih menjadi persebatan karena ada yang berpendapat bahwa sesunguuhnya bukan sifat kemandirian orang tuanya itu menurun kepada anaknya, melainkan sifat orang tuanya muncul berdasrkan cara orangtua mendidikanaknya.
2. Pola asuh orang tua. Orang tua yang terlalu banyak melarang atau mengeluarkan kata jangan kepada anaknya tanpa disertai dengan penjelasan yang rasional akan menghambat perkembangan kemandirian
3. Sistem pendidikan di sekolah. Proses pendidikan disekolah yang tidak mengembangkan demokrasi pendidikan dan cenderung menekankan indoktrinisasi tanpa argumentasi akan menghambat perkembangan kemandirianremaja.
4. Sistem kehidupan di masasyarakat. Sistem kehidupan masyarakat yang terlalu menekankan pentingnya hierarki struktur social, merasa kurang aman atau mencekam serta kurang mengahargai manifestasi potensu remaja dalam kegitan prosuktif dapat menghambat kelancaran perkembangan kemandirian remnja.
E. Konsep Karier
Karier sering diartikan sebagai pekerjaan atau profesi seseorang yang menghasilkan sesuatu dalam memenuhi kebutuhan hidup. Pekerjaan tidak serta merta merupakan karier. Kata pekerjaan (work, job, employment) menunjuk pada setiap kegiatan yang menghasilkan barang atau jasa (Isaacson, 1985); sedangkan kata karier (career) lebih menunjuk pada pekerjaan atau jabatan yang ditekuni dan diyakini sebagai panggilan hidup, yang meresapi seluruh alam pikiran dan perasaan seseorang, serta mewarnai seluruh gaya hidupnya (Winkel, 1991). Maka dari itu pemilihan karier lebih memerlukan persiapan dan perencanaan yang matang dari pada kalau sekedar mendapat pekerjaan yang sifatnya sementara waktu.
Mengingat betapa pentingnya masalah karier dalam kehidupan manusia, maka sejak dini anak perlu dipersiapkan dan dibantu untuk merencanakan hari depan yang lebih cerah, dengan cara memberikan pendidikan dan bimbingan karier yang berkelanjutan.
F. Orientasi Karier Pada Anak Dan Remaja
Pendekatan karier bagi anak dan remaja bukanlah proses dimana anak dibentuk menjadi seorang yang khusus menggeluti salah satu bidang, seperti bagaimana menjadi seorang insinyur, dokter ataupun petani. Tapi oreintasi karier pada anak dan remaja merupakan tahap dimana anak dan remaja dikenalkan dengan dunia yang akan digelutinya kelak.
Pemahaman anak mengenai cita-cita dan masa depan harus diarahkan sejak dini, sejak usia sekolah dasar anak harus digiring pada hal-hal yang mereka minati, sehingga tiap perkembangan usia dan tingkat intelektualnya anak tahu bidang apa yang akan dia tekuni selanjutnya. Sehingga proses pendidikan di sekolah akan diikuti dengan baik dan antusias, karena anak tau manfaat dari ilmu yang ia pelajari, dengan demikian sekolah mampu mencetak generasi berkualitas dan professional di bidangnya.
Dalam buku edisi revisinya Ginzberg dkk (1972) menegaskan bahwa proses pilihan karier itu terjadi sepanjang hidup manusia, artinya bahwa suatu ketika dimungkinkan orang berubah pikiran. Hal ini berarti bahwa pilihan karier tidaklah terjadi sekali saja dalam hidup manusia. Di samping itu Ginzberg juga menyadari bahwa faktor peluang/kesempatan memegang peranan yang amat penting. Meskipun seorang remaja sudah menentukan pilihan kariernya berdasar minat, bakat, dan nilai yang ia yakini, tetapi kalau peluang/kesempatan untuk bekerja pada bidang itu tertutup karena "tidak ada lowongan", maka karier yang dicita-citakan akhirnya tidak bisa terwujud. Dan pada akhirnya Tuhan-lah yang menentukan segalanya, manusia hanya berkemampuan untuk berusaha semampunya
G. Karakteristik fase perkembangan Karier Anak dan Remaja Berdasarkan Usia
Menurut Ginzberg, Ginsburg, Axelrad, dan Herma (1951)
perkembangan karier dibagi menjadi 3 (tiga) tahap pokok, yaitu:

1. Tahap Fantasi : 0 – 11 tahun (masa Sekolah Dasar)
Pada tahap ini anak mulai berfantasi mengenai cita-citanya, seperti berperan sebagai dokter, polisi, penyanyi dan lain-lain. Fantasi ini banyak dipengaruhi oleh lingkungannya baik itu di kehidupan nyata atau hanya sekedar melalui media, seperti televise ataupun internet. Pada tahap ini anak menentukan kariernya tanpa pertimbangan yang rasional.
2. Tahap Tentatif : 12 – 18 tahun (masa Sekolah Menengah)
Pada tahap tentatif anak mulai menyadari bahwa mereka memiliki minat dan kemampuan yang berbeda satu sama lain. Ada yang lebih berminat di bidang seni, sedangkan yang lain lebih berminat di bidang olah raga. Demikian juga mereka mulai sadar bahwa kemampuan mereka juga berbeda satu sama lain. Ada yang lebih mampu dalam bidang matematika, sedang yang lain dalam bidang bahasa, atau lain lagi bidang olah raga.
Tahap tentatif dibagi menjadi 4 (empat) sub tahap, yakni:
a. Sub tahap Minat (11-12 tahun)
anak cenderung malakukan pekerjaan-pekerjaan atau kegiatan-kegiatan hanya yang sesuai dengan minat dan kesukaan mereka saja.
b. Sub tahap Kapasitas kemampuan (13-14 tahun)
Anak mulai melakukan pekerjaan/kegiatan didasarkan pada kemampuan masing-masing, di samping minat dan hobinya
c. Sub tahap Nilai (15-16 tahun)
Anak sudah bisa membedakan mana kegiatan/pekerjaan yang dihargai oleh masyarakat, dan mana yang kurang dihargai
d. Sub tahap Transisi (17-18 tahun)
Anak sudah mampu memikirkan atau "merencanakan" karier mereka berdasarkan minat, kamampuan dan nilai-nilai yang ingindiperjuangkan.

3. Tahap Realistis : 19 – 25 tahun (masa Perguruan Tinggi)
Pada usia perguruan tinggi (18 tahun ke atas) remaja memasuki tahap reasiltis, di mana mereka sudah mengenal secara lebih baik minat-minat, kemampuan, dan nilai-nilai yang ingin dikejar. Lebih lagi, mereka juga sudah lebih menyadari berbagai bidang pekerjaan dengan segala konsekuensi dan tuntutannya masing-masing. Oleh sebab itu pada tahap realistis seorang remaja sudah mampu membuat perencanaan karier secara lebih rasional dan obyektif.

Sedangkan menurut Donald Super perkembangan karier manusia dapat dibagi menjadi 5 (lima) fase, yaitu:
1. Fase pengembangan (Growth) yang meliputi masa kecil sampai usia 15 tahun.
Dalam fase ini anak mengembangkan bakat-bakat, minat, kebutuhan, dan potensi, yang akhirnya dipadukan dalam struktur konsep diri (self-concept structure);
2. Fase eksplorasi (exploration) antara umur 16-24 tahun, di mana saat ini remaja mulai memikirkan beberapa alternatif pekerjaan tetapi belum mengambil keputusan yang mengikat;
3 Fase pemantapan (establishment), antara umur 25 – 44 tahun. Pada fase ini remaja sudah memilih karier tertentu dan mendapatkan berbagai pengalaman positif maupun negatif dari pekerjaannya. Dengan pengalaman yang diperoleh ia lalu bisa menentukan apakah ia akan terus dengan karier yang telah dijalani atau berubah haluan.
4 Fase pembinaan (maintenance) antara umur 44 – 65 tahun, di mana orang sudah mantab dengan pekerjaannya dan memeliharanya agar dia bertekun sampai akhir;
5 Fase kemunduran (decline), masa sesudah pensiun atau melepaskan jabatan tertentu. Dalam fase ini orang membebaskan diri dari dunia kerjaformal.

Ginzberg dan Donald Super, memberi petunjuk yang jelas bagi kita bahwa karier adalah permasalahan sepanjang hidup. Maka ada pepatah yang mengatakan bahwa karier itu merupakan persoalan sejak lahir sampai mati 'from the birth unto the death' atau 'from the womb to tomb' (dari kandungan sampai kuburan). Sekarang sampailah pada persoalan pokok, yakni bagaimanakah membantu anak-anak untuk sejak dini merencanakan karier mereka di masa depan? Tentunya pihak orang tua dan lembaga sekolah sangat berandil besar dalam mengenalkan anak pada impiannya dan membantu mereka demi mencapai impian tersebut.
H. Factor yang Dapat Mempengaruhi Perkembangan Karier Anak dan Remaja
Factor yang mempengaruhi perkembangan karier anak dan remaja dibagi menjadi dua bagian:
1. Faktor Internal
a. Motivasi dalam diri anak sendiri
b. Kesadaran anak pada kemampuan dan minat yang dimiliki
2. Faktor Eksternal
a. Keluarga.
b. Pendidikan Sekolah.
c. Lingkungan sekitar, baik itu teman sebaya ataupun media informasi

1. PERKEMBANGAN BAHASA ANAK DAN REMAJA
1. Pengertian Perkembangan Bahasa
Perkembangan bahasa dapat diartikan meningkatnya kemampuan penguasaan alat berkomunikasi, baik dengan lisan, tulisan, maupun menggunakan isyarat dan symbol, dalam konteks usaha seseorang agar dapat mengerti maksud orang lain dan dimengerti orang lain.

2. Karakteristik Perekembangan Bahasa Anak dan Remaja
Perkembangan bahasa terkait dengan perkembangan kognitif, artinya factor intelektual sanngat berpengaruh terhadap perkembangan kemampuan berbahasa. Bayi yang tingkat intelektualnya masih belum berkembang belum mampu mengatakan kata tak bermakna sama sekali, namun seiring perkembangannya bayi mampu berbahasa mulai dari hal yang sederhana berupa bunyi-bunyian yang belum bermakna sampai kalimat kompleks, dimana pembelajaran bahasa baru akan dimulai pada usia 6-7 tahun, disaat anak mulai bersekolah.
Bahasa remaja adalah bahasa yang telah berkembang. Bahasa remaja banyak dipengaruhi oleh situasi lingkungannya. Seperti teman sebaya, yang interaksinya terjalin lebih intens, sehingga bahasa yang digunakan untuk berkomunikasinya pun disesuaikan dengan bahasa teman seusianya. Disamping itu sekolah juga memberikan kontribusi dalam perkembangan bahasa remaja, di sekolah remaja dididik agar mampu memilah bahasa yang baik dan sesuai kondisi dan penggunaannya. Bahasa remaja juga dibentuk oleh keluarga, keadaan keluarga yang tingkat ekonominya rendah dan buta huruf akan cenderung menggunakan bahasa pasar, lain halnya dengan remaja yang tinggal di keluarga yang berada.

3. Factor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Bahasa

1. Umur anak
2. Kondisi lingkungan
3. Kecerdasan anak
4. Status social ekonomi keluarga
5. Kondisi fisik

4. Pengaruh Kemampuan Berbahasa Terhadap Kemampuan Berpikir, Perkembangan Kemandirian dan Karier
Kemampuan berbahasa dan berfikir berkaitan sangat erat, seseorang yang kemampuan berfikirnya rendah tidak akan mampu menyusun kalimat yang rapih, baik, dan logis, orang yang kemampuan berbahasanya rendah akan sulit dalam mengutarakan gagasannya dengan benar, dengan demikian hubungan sosialnya pun akan terhambat. Kondisi ini akan merambat pada situasi kemandirian dan karier anak kedepannya. Seseorang yang kemampuan berbahasanya rendah, akan selalu memerlukan seseorang yang dekat dengannya sebagai penerjemah, atau sebagai perantara dalam berkomunikasi dengan orang lain, maka perkembangan kemandiriannyapun akan berjalan lambat. Demikian pula dengan perkembangan karier, kemampuan berbahasa yang baik akan memudahkan seseorang dalam merancang cita-cita di masa depannya kelak, meski tidak menutup kemungkinan bahwa orang yang tumbuh kembang bahasanya rendahpun mampu menjadi orang sukses kedepannya.

5 komentar:

  1. sis, maaf mau tanya. yang mengenai kemadirian, kalo boleh tau referensinya dari mana ya? judul buku sama pengarangnya. soalnya sy lagi perlu banget. makasih

    BalasHapus
  2. terimakasih artikelnya sangat bagus dan inspiratif bagi saya.
    Ingin tahu alat untuk membiasakan displin? silahkan Klik disini

    BalasHapus
  3. tulisannya bagus, tapi visualisasi blognya maaf kebanyakan gambar jadi kurang fokus bacanya, silahkan mampir ke blog saya, Klik disini

    BalasHapus