Kamis, 09 Juni 2011

bersalah...

siapa yang salah??
mereka kah?
bukan...
anda kah?
tentu bukan...
mungkin, saya yang salah...

merasa semua tak adil, saat belum begitu iya, mereka tak berkata banyak, saat hati mulai gereget, langsung putuskan, Berhenti!!!

"maaf, tak kami restui..!"

lantas apa daya?
tak ada,,,

hanya bisa gugu tanpa protes. berulang kali mereka bilang,, ini yang terbaik, tanpa protes saya iyakan. berjuta kali mereka khawatirkan, saya bilang baik saja tulus, mungkin in iyang terbaik,,, selalu begitu dan ya,,gt,,,
dan kenyataan berbalik, sadar mereka seperti melewatkan sesuatu yang orang lain juga mencari... mereka burubah arah, saat aku mulai bisa menikmati apa yang mereka ingini sebelumnya.

"kembalilah padanya, dia yang terbaik...!!!"

betapa mudah,,, menarik ulur hati, disangkanya hati saya seperti ember dalam katrol, menggantung-gantung di tambang, bisa diisi sesukanya.
ya sudahlah,, toh mereka juga mengerti apa mau saya,,, berakhir,,,

tapi tidak bagi beliau, tidak bagi orang yang sungguhan inginkan saya, pasti dia bingung, kenapa begini, menjauh, hidup yang ia bangun dan rasa bahagia karena saya, setahun bukan waktu singkat,,, hari-hari ada,,, kemudian tiba-tiba pergi,,, bingung ya? saya pun sama, mengapa begini mudah melupakan anda...

maaffff,,, berjuta, miliaran hingga maaf yang tak terhingga saya kadokan hanya kepada anda, orang baik yang lembut hatinya,,, yang kemudian saya hancurkan lebih dari remuk,,, saya hanya akan menyalahkan saya,,, ini memang sisi iblis saya,,, meninggalkan anda begitu saja,,, lagi pula dari awal saya tak merasa pantas untuk anda, manusia yang terjaga imannya, yang pandai ilmunya, yang tulus hatinyam,,, harus berdamping dengan saya, gadis pembuat dosa, pelanggar ilmu dan penghianat orang-orang yang percaya,,, saya yang sepenuhnya salah,,,

sekarang mulai berdoa, dalam bab yang berbeda...
Tuhan dengan penuh kerendahan hati dan diri dihadapanMu ku minta,,, ajarkan dia keberanian untuk bilang tidak, berikan ia yang baik dan lebih baik, berikan dia pengertian bahwa waktu akan tiba bila memang jodoh,,, berikan kesempatan kami untuk saling mengejar mimpi, saling fokus pada impian masing-masing,,, dan ampuni aku yang tak tau diri,,, ampuni,,, insan yang satu ini,,,

cukup sebagai pelangi...

izinkan saya merangkai kata, mewakilkan mulut yang tak bisa berbuat apa-apa.
dari awal, terlalu bahagia mungkin, dapatkan sosok yang nyata ada, selalu dekat. bukan hanya mata saya, beliau pun berkata iya.
fikir pertama akan seperti biasa saja, layaknya dulu, layaknya disana. dan ternyata berbeda. nuansa baru yang tak boleh, dan sekarang berkanjut larut.

terlalu dekat...

perasaan ini bukan sekedar suka (sekaarang), berubah sayang, tulus memberi, ia pun tak pamrih.kakak,,, seperti kakah "sungguhan",,, terlalu nyata...
buatku merasa dosa.

iba, saya ingin segera kembali...
ah... andai sang waktu bisa diajak kompromi, biar saya diskusikan panjang lebar agar semua bisa kembali.tak usah terlalu dekat, tak usah diiyakan, tak usah dituruti, mungkin kala itu hati berkata salah,,,
dan nyatanya, terlanjur kenal, terlanjur tahu banyak, terlanjur mengerti, terlanjur sayang...
terlalu banyak dan...

bila semua sudah terlanjur,,,
biarkan ini menjadi cerita, melegenda dalam benak, tentang kesalahan, yang saya sadari benar itu salah, namun tak daya berkata tidak, seperti bukan pemilik raga bila dekat, seakan orang lain bila ada.
apakah pendosa ulung merasakan hal yang sama, merasa terlanjur, ia sadar, namun tak mampu menghalau,,,
apakah harus bernasib sama??
tak ingin, jangan sampai...

sekarang ku kan mulai berdoa. kepada dia sang Pengabul Doa...
tetapkan pertemuan ini dalam kebiakan, diawali dengan baik dan bila harus berakhirpun dengan baik. biarkan dia jadi teman dan kakak yang baik, tempat bercanda dan bercerita, tapi cukup lewat media saja. izinkan dalam kerinduan hanya bisa melihat dia, namun tak sebaliknya, buat dia tak bisa melihat saya... bak menatap orang-orangan salju dalam kotak kaca. jangan sampai berakhir benci... buat hati ini tidak selalu berfokus padanya... jadikan ia pelangi, yang siap indahkan hari,,, bukan matahari yang kemudian bisa kurasakan, cukup ku pandang, lalu ku merasa senang...

begitulah,,, kalau memang ada yang membaca, moga sejalan dengan apa yang saya rasa...

Sabtu, 04 Juni 2011

UTS PPD

UJIAN TENGAH SEMESTER

Mata Kuliah : Perkembangan Peserta Didik
Kode/ SKS : KD 301/2 SKS
Kelompok M.K : Dasar Profesi


Petunjuk :
1. Bacalah setiap bagian soal dengan seksama sebelum anda menjawab
2. Soal yang diberikan berupa pernyataan yang membutuhkan pemahaman mendalam terkait perkembangan peserta didik
3. Anda cukup menjawab dengan membubuhkan kata benar atau salah disertai penjelasan menggunakan pemahaman dan teori perkembangan yang telah anda pelajari
4. Jawaban ditulis berdasarkan pedoman penulisan karya ilmiah UPI max 10 lembar disertai dengan daftar referensi yang jelas
5. Segala bentuk dan unsur plagiasi yang dilakukan mahasiswa akan menyebabkan kegagalan dalam ujian ini.
6. Selamat mengerjakan.

1. Psikologi perkembangan adalah cabang dari ilmu psikologi yang membahas tentang perkembangan psikofisik individu, dalam memperlajari perkembangan tersebut terdapat istilah-istilah pokok seperti pertumbuhan, perkembangan, kematangan, belajar dan latihan. Konsep-konsep tersebut memiliki makna yang sama dan saling berkaitan, (Benar atau Salah)
2. Perkembangan individu merupakan suatu hal sangat kompleks dan menyeluruh, karena didalamnya akan sangat dipengaruhi oleh berbagai aspek, namun demikian lingkungan (environment) merupakan faktor yang paling menentukan keragaman individu dalam perkembangan. (Benar atau Salah)
3. Perkembangan pada hakekatnya memenuhi pola tertentu yang berlaku pada setiap individu tanpa terkecuali. (Benar atau Salah)
4. Perkembangan individu umumnya diawali dengan perkembangan fungsi yang diikuti dengan perkembangan struktur. (Benar atau Salah)
5. Salah satu yang menjadi dasar dalam pengembangan kurikulum dan pembelajaran di sekolah adalah perkembangan psikologis siswa. (Benar atau Salah)
6. Perhatikan tabel berikut

NAMA IQ NILAI RAPOT
Dudung 129 9
Maman 102 8
Adun 131 9
Dilihat dari teori perkembangan kognitif maman merupakan contoh perkembangan siswa yang kurangoptimal. (Benar atau Salah)

Setelah menjawab semua pertanyaan diatas dengan seksama, kira-kira nilai apa yang akan anda dapatkan apakah A, B, atau C, Jelaskan!
JAWABAN


1. SALAH
Seperti yang telah diterangkan sebelumnya bahwa psikologi perkembangan adalah cabang dari ilmu psikologi yang membahas tentang perkembangan psikofisik individu. Berikut beberapa pendapat para ahli tentang definisi psikologi perkembangan :
a. Menurut Monks, Knoers dan Haditono bahwa “psikologi perkembangan adalah suatu ilmu yang lebih mempersolankan faktor-faktor umum yang mempengaruhi proses perkembangan (perubahan) yang terjadi dalam diri pribadi seseorang dengan menitikberatkan pada relasi antara kepribadian dan perkembangan.”
b. Menurut Kartono bahwa “Psikologi perkembangan (psikologi anak) adalah suatu ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia yang dimulai dengan periode masa bayi, masa anak bermain, masa anak sekolah, masa remaja sampai periode adolesense menjelang dewasa.”

(REFERENSI: http://moeslemmuda.blogspot.com/2010/04/perkembangan-peserta-didik.html: Sabtu, 17 April 2010 handi agus H)

Maka kita dapat menarik kesimpulan, psikologi perkembangan adalah cabang dari ilmu psikologi yang mempelajari tentang pase-pase perkembangan individu dengan faktor-faktor yang menyertai prosesnya, baik itu berupa faktor internal maupun faktor eksternal.

Dan adapun beberapa konsep dalam bahasan psikologi pendidikan, diantaranya : pertumbuhan, perkembangan, kematangan, belajar dan latihan, yang itu semua memiliki keterkaitan satu sama lain, namun tidak memiliki makna yang sama.
a. Pertumbuhan
Pertumbuhan adalah perubahan secara fisiologis sebagai hasil dari proses pematangan fungsi-fungsi fisik yang berlangsung secara normal pada anak yang sehat, dalam jangka waktu tertentu.
b. Perkembangan
Perkembangan merupakan proses perubahan dalam pertumbuhan pada suatu waktu sebagai fungsi kematangan dan interaksi dengan lingkungannya dengan mengikuti pembabakan waktu yang teratur.
c. Kematangan
Kematangan atau masa peka menunjukkan kepada suatu masa tertentu yang merupakan titik kulminasi (titik puncak) dari suatu fase pertumbuhan sebagai titik tolak kesiapan dari suatu fungsi untuk menjalankan fungsinya. (Hurlock, 1956)

(REFERENSI: http://rosy46nelli.wordpress.com/2009/11/22/definisi-pertumbuhan-perkembangan-kematangan-dan-penuaan/; Galih Rosy, November 22, 2009)

d. Belajar
Menurut Skinner dan Ngalim Purwanto, (1992 : 84) belajar adalah merupakan suatu proses adaptasi prilaku yang bersifat progresif dengan latihan dan pengalaman.

Jadi belajar merupakan suatu proses dimana individu mampu mengalami kemajuan dengan melakukan latihan-latihan, dan pengalaman yang ia alami pun akan membantunya dalam proses belajar tersebut. Ciri dari adanya kemampuan baru atau perubahan dapat dilihat bila terdapat perubahan tingkah laku bersifat pengetahuan (kognitif), keterampilan (psikomotorik), maupun nilai dan sikap (afektif).
e. Latihan
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia latihan berasal dari kata latih yaitu belajar dan membiasakan diri agar mampu (dapat) melakukan sesuatu, jadi latihan merupakan kegiatan dalam hal pembiasaan dalam melakukan sesuatu sehingga menuju kemampuan yang maksimal.



2. Bisa BENAR, bisa SALAH

Sebelum menentukan apakah pernyataan diatas itu benar atau salah kita harus mengenal beberapa aliran psikologi yang membahas mengenai faktor penentu individu.
a. Aliran nativisme
Aliran ini berpendapat bahwa segala perkembangan manusia itu telah ditentukan oleh faktor-faktor yang dibawa sejak lahir. Pembawaan yang telah terdapat pada waktu dilahirkan itulah yang menetukan hasil perkembangannya. Menurut Nativisme, lingkungan tidak dapat mengubah sifat-sifat pembawaan. (Purwanto, M.Ngalim, 1990: 14)

b. Aliran Empirisme
Aliran ini menyatakan bahwa dalam perkembangan anak menjadi manusia dewasa itu sama sekali ditentukan oleh lingkungannya atau sejak pendidikan dan pengalaman yang diterimanya sejak kecil. Manusia-manusia dapat didik menjadi apa saja (ke arah yang baik maupun ke arah yang buruk) menurut kehendak lingkungan atau empiris pendidiknya.

c. Aliran Konvergensi
Aliran ini berasal dari ahli psikologi bangsa Jerman bernama William Stern. Ia berpendapat bahwa pembawaan dan lingkungan kedua-duanya menentukan perkembangan manusia. Terdapat dua aliran yang menganut konvergensi, yaitu aliran konvergensi yang lebih menekankan kepada pengaruh pembawaan daripada lingkungan, dan yang sebaliknya. (Purwanto, M. Ngalim, 1990: 15)

(REFERENSI: www.Wikipedia.com)

Dari beberapa uraian diatas maka kita dapat menyimpulkan bahwa pernyataan : “Perkembangan individu merupakan suatu hal sangat kompleks dan menyeluruh, karena di dalamnya akan sangat dipengaruhi oleh berbagai aspek, namun demikian lingkungan (environment) merupakan faktor yang paling menentukan keragaman individu dalam perkembangan”

Dapat dikatakn BENAR menurut orang yang menganut aliran konvergensi yang condong pada lingkunganlah yang lebih menentukan kondisi individu. Namun pernyataan di atas dikatakan SALAH meurutu orang yang beraliran nativisme.

3. SALAH

Prinip- prinsip perkembangan individu, yaitu :
1. Perkembangan merupakan proses yang tidak pernah berhenti.
2. Semua aspek perkembangan saling berhubungan.
3. Perkembangan terjadi pada tempo yang berlainan.
4. Setiap fase perkembangan mempunyai ciri khas.
5. Setiap individu normal akan mengalami tahapan perkembangan.
6. Perkembangan mengikuti pola atau arah tertentu.

Arah atau pola perkembangan sebagai berikut :
1. Cephalocaudal & proximal-distal (perkembangan manusia itu mulai dari kepala ke kaki dan dari tengah (jantung, paru dan sebagainya) ke samping (tangan).
2. Struktur mendahului fungsi.
3. Diferensiasi ke integrasi.
4. Dari konkret ke abstrak.
5. Dari egosentris ke perspektivisme.
6. Dari outer control ke inner control.

Dari prinsip ”Setiap individu normal akan mengalami tahapan perkembangan”, kita dapat mengetahui bahwa pernyataan “Perkembangan pada hakekatnya memenuhi pola tertentu yang berlaku pada setiap individu tanpa terkecuali” adalah SALAH karena pada kenyataanya tidak semua individu itu normal, jadi sebenarnya dalam pola perkembangan itu ada pengecualian, yaitu bagi individu yang abnormal, baik itu bersifat cacat fisik ataupun psikologis, karena akan ada satu atau beberapa aspek yang hilang dari individu tersebut, membuat ia tidak mengalami sebagian pola perkembangan yang ada. Terlepas dari itu, setiap individu akan tumbuh berkembang mengikuti pola yang ada, namun yang membedakan adalah dari aspek waktu atau ritme, seperti bunyi dari salah satu prinsip perkembangan “Perkembangan terjadi pada tempo yang berlainan”
(REFERENSI: http://www.placeschool.com/index.php?option=com_content&view=article&id=82:perkembangan-individu&catid=49&Itemid=95&lang=ja Akhmad Sudrajat. Katiman Friday, 19 March 2010 04:15)
4. SALAH
Karena sebenarnya “Perkembangan individu umumnya diawali dengan perkembangan struktur yang diikuti dengan perkembangan fungsi”

Seperti yang dikatakan Nagel (1957), perkembangan merupakan pengertian dimana terdapat struktur yang terorganisasikan dan mempunyai fungsi-fungsi tertentu, oleh karena itu bilamana terjadi perubahan struktur baik dalam organisasi ataupun dalam bentuk akan mengakibatkan perubahan fungsi.

Kita ambil contoh, perkembangan fisik secara structural yang akan mamapu mempengaruhi perkembangan motorik individu yang berarti perkembangan secara fungsional, seperti perkembangan kaki dan tangan yang sempurna (structural), yang kemudian diiringi dengan kemampuan berjalan, memegang, dan menendang (fungsional). Maka perkembangan itu itu berawal dari kematangan struktur yang dibarengi dengan kematangan fungsi.

5. BENAR
Kurikulum sebagai rancangan dari pendidikan, mempunyai kedudukan yang cukup sentral dalam keseluruhan kegiatan pendidikan, menentukan proses pelaksanaan dan hasil daripada pendidikan. Mengingat begitu pentingnya peranan kurikulum dalam pendidikan dan di perkembangan kehidupan manusia, maka pengembangan kurikulum tidak dapat dirancang sembarangan.
Psikologi merupakan salah satu landasan dalam pengembangan kurikulum yang harus dipertimbangkan oleh para pengembang. Hal ini dikarenakan posisi kurikulum dalam proses pendidikan memegang peranan yang sentral. Dalam proses pendidikan terjadi interaksi antar manusia, yaitu antara anak didik dengan pendidik, dan juga antara anak didik dengan manusia-manusia lainnya. Manusia berbeda dengan makhluk lainnya karena kondisi psikologisnya, , manusia merupakan individu yang unik. Dengan demikian, kajian psikologis dalam pengembangan kurikulum seyogyanya memperhatikan keunikan yang dimiliki oleh setiap individu, baik ditinjau dari segi tingkat kecerdasan, kemampuan, sikap, motivasi, perasaaan serta karakterisktik-karakteristik individulainnya.
Kajian psikologi pendidikan dalam kaitannya dengan pengembangan kurikulum pendidikan terutama berkenaan dengan pemahaman aspek-aspek perilaku dalam konteks belajar mengajar. Terlepas dari berbagai aliran psikologi yang mewarnai pendidikan, pada intinya kajian psikologis ini memberikan perhatian terhadap bagaimana input, proses dan output pendidikan dapat berjalan dengan tidak mengabaikan aspek perilaku dan kepribadian peserta didik.
(REFERENSI: http://episentrum.com/artikel-psikologi/kontribusi-psikologi-terhadap-pendidikan/)
6. BENAR
Teori Perkembangan Kognitif, dikembangkan oleh Jean Piaget, seorang psikolog Swiss yang hidup tahun 1896-1980, berarti kemampuan untuk secara lebih tepat merepresentasikan dunia dan melakukan operasi logis dalam representasi konsep yang berdasar pada kenyataan. Teori ini membahas munculnya dan diperolehnya schemata —skema tentang bagaimana seseorang mempersepsi lingkungannya— dalam tahapan-tahapan perkembangan, saat seseorang memperoleh cara baru dalam merepresentasikan informasi secara mental, teori ini menyatakan bahwa perkembangan kognitif itu tidak datang begitu saja, namun dibutuhkan rangsangan dan sumber perubahan dari luar individu.
Tahapan perkembangan kognitif pada anak

1. Stadium sensori-motorik ( 0 - 18 atau 24 bulan )

Piaget berpendapat bahwa dalam perkembangan kognitif selama stadium sensori motorik ini, inteligensi anak baru nampak dalam bentuk aktivitas motorik sebagai reaksi simulasi sensorik.

2. Stadium pra-operasional ( 18 bulan - 7 tahun )

Stadium pra-operasional dimulai dengan penguasaan bahasa yang sistematis, permainan simbolis, imitasi ( tidak langsung ) serta bayangan dalam mental. Semua proses ini menunjukkan bahwa anak sudah mampu untuk melakukan tingkah laku simbolis

3. Stadium operasional konkrit ( 7 - 11 tahun )

Cara berpikir anak yang operasional konkrit kurang egosentris. Ditandai oleh desentrasi yang besar, artinya anak sekarang misalnya sudah mampu untuk memperhatikan lebih dari satu dimensi sekaligus dan juga untuk menghubungkan dimensi-dimensi ini satu sama lain. Anak sekarang juga memperhatikan aspek dinamisnya dalam perubahan situasi. Akhirnya ia juga sudah mampu untuk mengerti operasi logis dari reversibilitas.

4. Stadium operasional formal ( mulai 11 tahun )

Pada periode ini seorang remaja telah memiliki kemampuan mengkoordinasikan baik secara simultan maupun berurutan dua ragam kemampuan kognitif yaitu :
Kapasitas menggunakan hipotesis, kemampuan berfikir mengenai sesuatu khususnya dalam hal pemecahan masalah dengan menggunakan anggapan dasar yang relevan dengan lingkungan yang dia respons dan kapasitas menggunakan prinsip-prinsip abstrak.
Kapasitas menggunakan prinsip-prinsip abstrak; kemampuan untuk mempelajari materi-materi pelajaran yang abstrak secara luas dan mendalam.
Dari kasus diatas kita dapat menyimpulkan bahwa Maman adalah anak yang perkembangan kognitifnya kurang optimal jika dibandingkan dengan dua rekannya yang lain, bisa dilihat dari hasil raport Maman yang lebih kecil dibanding yang lainnya, ini menunjukan bahwa perkembangan Maman kurang optimal, kurang optimal disini bisa berarti ritme atau waktu yang dibutuhkan Maman untuk mencapai pola perkembangan kognitifnya lebih lambat dibanding yang lain, bisa juga karena salahnya metode pendekatan guru dalam menyampaikan bahan ajar.

Karenanya guru harus memahami perkembangan peserta didiknya dari berbagai aspek, sehingga tujuan pembelajaran dapat diterima oleh peserta didik dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA

Pusat Bahasa DepartemenPendidikan Nasional. (2008). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Bahasa.

Sunarto, Hartono, B.Agus. 2008. Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Rineka Cipta

http://delsajoesafira.blogspot.com/2010/05/perkembangan-kognitif-pada-anak.html
handi http://moeslemmuda.blogspot.com/2010/04/perkembangan-peserta-didik.html: Sabtu, 17 April 2010

http://rosy46nelli.wordpress.com/2009/11/22/definisi-pertumbuhan-perkembangan-kematangan-dan-penuaan/; Galih Rosy, November 22, 2009

WWW.Wikipedia.com
http://www.placeschool.com/index.php?option=com_content&view=article&id=82:perkembangan-individu&catid=49&Itemid=95&lang=ja: Akhmad Sudrajat. Katiman Friday, 19 March 2010 04:15
http://episentrum.com/artikel-psikologi/kontribusi-psikologi-terhadap-pendidikan/
http://delsajoesafira.blogspot.com/2010/05/perkembangan-kognitif-pada-anak.html

resume makalah PPD

RESUME
MAKALAH-MAKALAH PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK

Disusun oleh
Gina Siti Fatonah 1005475



KARAKTERISTIK PERKEMBANGAN EMOSI ANAK DAN REMAJA
(Makalah Kelompok Tujuh)
A. Pengertian Karakteristik Emosi
Kata emosi berasal dari Bahasa Latin yaitu emovere yang artinya bergerak menjauh. Emosi adalah pengalaman efektif yang disetai penyesuaian dari dalam diri individu tentang keadaan mental dan fisik dan berwujud suatu tingkah laku yang tampak. Emosi adalah warna efektif yang kuat dan ditandai oleh perubahan-perubahan fisik. Warna efektif ini merupakan perasaan-perasaan yang sering mewarnai hari-hari kita, seperti senang atau marah.
Menurut Hurlock (1990) individu yang telah mencapai kematangan emosi ditandai dengan :
1. Melakukan control diri yang bisa diterima secara rasional.
2. Pemahaman diri
3. Menggunakan kemampuan kritis mental sebelum merespon
B. Jenis dan Sifat Perkembangan
1. Jenis perkembangan
a. Perubahan dalam ukuran
b. Perubahan dalam perbandingan
c. Perubahan wujud
d. Memperoleh wujud baru (berkembangnya pola pikir seolah menemukan wujud baru atau jiwa baru yang lebih dari sebelumnya. Dan perkembangan emosi termasuk pada jenis ini).
2. Sifat perkembangan
Perkembangan kemandirian emosional tidak terlepas dari pola asuh orang tua melalui interaksi. Disamping itu pola-pola tertentu dipengaruhi oleh lingkungan tempat anak dan remaja berada.

Beberapa sifat perkembangan, yaitu :
a. Perkembangan berlangsung menurut pola tertentu
b. Perkembangan berangsur dari yang umum menuju ke khusus
c. Perkembangan tidak terputus-putus
d. Perbedaan kecepatan perkembangan akan terjadi pada tiap anak
e. Perkembangan dari bagian badan berlangsung masing-masing dengan kecepatan sendiri.
f. Sifat-sifat dalam perkembangan berhubungan satu sama lain.
g. Perkembangan dapat dikira-kira sebelumnya
h. Tiap-tiap orang yang normal akan mencapai masing-masing fasenya terakhir dalam perkembangan.
C. Karakteristik Perkembangan Emosi Anak
1. Berlangsung singkat dan berhenti tiba-tiba
2. Terlihat lebih hebat atu kuat
3. Bersifat sementara atau dangkal
4. Lebih sering terjadi
5. Dapat diketahui dengan jelas dari tingkah lakunya
6. Reaksi mencerminkan individualitas.
D. Karakteristik Perkembangan Emosi Anak
Perkembangan emosi remaja memiliki karakteristik yang khas, rasa ingin tahu yang meliap, emosi yang labil, bertindak sembrono, dan sering bertindak sekehendak hati.
Gunarsa (1989) merangkum beberapa karakteristik remaja yang dapat menimbulkan berbagai masalah dalam diri remaja.
1. Kecanggungan dalam pergaulan dan kekakuan dalam gerakan
2. Ketidak stabilan emosi
3. Adanya perasaan kosong karena adanya perombakan pandangan dan tujuan hidup
4. Adanya sikap menentang orang tua
5. Pertentangan dalam diri sebagai pemicu pertentangan dengan orang tua
6. Kegelisahan karean keinginan yang tidak tepenuhi
7. Senang bereksperimen
8. Senang bereksplorasi
9. Banyak berefantasi ,berjhayal, dan membual
10. Kecenderungan membentuk kelompok.
E. Karakteristik Perkembangan Remaja yang Paling Bermasalah
Masa remaja merupakan masa dimana fungsi-fungsi fisik mulai menunjukan perubahan dan kematangan, seperti keadaan hormonal. Sehingga bisa menyebabkan ketertarikan pada lawan jenis (hormone neuropinephirene), dan rasa ingin lebih dari orang lain (hormone dopamine) yang semua keadaan diatas dapat memicu timbulnya konflik, bahkan penyimpangan. Seperti pelarian kepuasan dengan mengonsumsi narkotika dan free sex.

Di makalah kelompok tujuh ini tidak menerangkan mengenai kondisi-kondisi emosi dan faktor yang mempengaruhi perkembangan emosi pada anak dan remaja pun tidak dibahas dalam makalah ini.
Beberapa tambahan untuk makalah “Karakteristik Perkembangan Emosi Anak dan Remaja”

A. Kondisi Emosional
Kondisi emosional pada remaja sebenarnya tidak begitu jauh beda dengan keadaannya di masa kanak-kanak, namun dalam masa dewasa ini keadaannya dipengaruhi oleh stimulus yang lebih kompleks.
Beberapa kondisi emosional:
a. Cinta/kasih saying
b. Gembira
c. Kemarahan dan permusuhan
d. Ketakutan dan kecemasan
B. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan emosi remaja
Sejumlah penelitian tentang emosi anak menunjukan bahwa perkembangan emosi mereka bergantung pada faktor kematangan dan faktor belajar.
Berikut ini metode-metode belajar yang membantu perkembangan emosi:
a. Belajar dengan coba-coba
b. Belajar dengan cara meniru
c. Belajar dengan mempersamakan diri
d. Belajar melalui pengkondisian
e. Belajar dan berlatih dibawah bimbingan.























KARAKTERISTIK PERKEMBANGAN SOSIAL KEPRIBADIAN ANAK DAN REMAJA
(Makalah Kelompok Delapan)

A. Pengertian Psikologi Perkembangan
Psikologi perkembangan merupakan cabang dari ilmu psikologi yang mempelajari proses perkembangan individu, sebelum ataupun sesudah kelahirannya, yang mencakup perubahan tingkah laku, dan kemampuan sepanjang konsep perkembangan dari mulai masakonsepsi Sampai Mati. (J.P. Chaplin Dan Ross Vastad Dkk.)
B. Tahap-Tahap Perkembangan Kepribadian
1. Sigmun Frued
a. Fase oral (0-1 th)
b. Fase anal (1-3 yh)
c. Fase fhalis (3-5/6 th)
d. Fase laten (5/6-12/13 th)
e. Fase genikal (12/13- dewasa)
C. Makna Masa Remaja
Masa remaja merupakan peralihan dari masa kanak-kanak menuju dewasa. Di awali dari berakhirnya masa remaja, para pakar psikologi memisahkan masa ini, karena masa ini merupakan masa transisi, karena pada masa ini seseorang sudah tidak dianggap sebagai anak-anak, tapi keberadaannya belum begitu berpengaruh di masyarakat.
Fase-fase masa remaja:
1. Masa remaja awal
Umumnya fase ini berlangsung dalam waktu yang singkat, pada fase ini fikiran seseorang cenderung negative, baik itu motivasi ataupun prestasi, baik akademik, atletik dll.
2. Masa remaja madya
Pada masa ini sudah mulai tumbuh pada diri remaja untuk hidup, mencari nilai-nilai dalam hidup, pada masa ini seseorang haus akan puja-puji orang sekitar, ini yang mengakibatkan seseorang bekerja keras dalam mencapai prestasi.
3. Masa remaja akhir (Masa kemahasiswaan )
Masa dimana seseorang telah menemukan pendirian hidupnya,
D. Ciri-Ciri Masa Remaja
1. Masa remaja merupakan masa peralihan
2. Masa remaja merupakan usia bermasalah
3. Masa remaja adalah masamencari identitas
4. Masa remaja sebagai masa ambang dewasa
5. Masa remaja ditandai dengan sifat labil, emosi goncang, ekstrim, bersemangat, dan spontan.
E. Kebutuhan Remaja
1. Kebutuhan pengendalian diri
2. Kebutuhan akan kebebasan
3. Kebutuhan rasa kekeluargaan
4. Kebutuhan akan penerimaan social
5. Kebutuhan akan penyesuaian diri
6. Kebutuhan akan agama dan nilai-nilai social
F. Berbagai Konflik yang Dialami Oleh Remaja
1. Konflik antara kebutuhan untuk mengendalikan diri dan memuaskan keigninan sendiri
2. Konflik antara kebebasan dan rasa ketergantungan terhadap orang tua
3. Konflik antara kebutuhan seks dan agama serta moral
4. Konflik antara apa yang ia pelajari waktu kecil dengan keadaan nyata orang dewasa saat ini.
5. Konflik menghadapi masa depan
G. Tugas-Tugas Perkembngan Manusia
William Kay mengemukakan tugas-tugas perkembangan remaja, diantaranya:
1. Menerima kondisi fisiknya sebgai kualitasnya.
2. Mencapai kemnadirian emosional dari orang tua
3. Mengembangkan keterampilan komunikasi interpersonal dan belajar bergaul dengan teman sebaya
4. Menemukan manusia model identitasnya.
5. Menerima diri akan kemampuan dirinya sendiri
6. Memperkuat self-control atas skala nilai
7. Mampu agar tidak kekanak-kanakan.
H. Penyimpangan atau Kenakalan Remaja
1. Seks bebas
2. Kecanduan narkotika
3. Kecanduan alcohol
4. Tauran antar remaja
5. Berkunjung ke diskotik

Beberapa factor yang menyebabkan tindak penyimpangan kenakalan remaja
1. Pola asuh orang tua yang salah
2. Keadaan lingkungan yang tidak kondusif,
3. Kondisi seseorang dalam menjalani hidup
Sebetulnya isi makalah ini tidak begitu sesuai dengan judul makalahnya, yaitu “Karakteristik Perkembangan Sosial Kepribadian Anak Dan Remaja” namun penjelasan di dalamnya tidak terfokus pada perkembangan social anak dan remaja. Penulis merekomendasikan beberapa poin di bawah ini sebagai acuan pengganti isi dari makalah kelompok delapan.
1. Pengertian Perkembangan Hubungan Social Remaja
Perkembangan hubungan social anak dan remaja berarti perkembangan seorang anak untuk berinteraksi dengan lingkungan sosialny, dimulai dari sejak ia lahir sampai ia dewasa. Pada awalnya manusia hanya berpusat pada egonya sendiri, seiring berjalannya waktu maka ia akan mulai mengenal lingkungannya, mulai dari orang tua, keluarga utama, keluarga besar, teman sebaya, dan masyarakat luas.
2. Karakteristik Perkembangan Social Remaja
Pembahasan perkembanagn social lebih ditekankan pada kelompok usia remaja yang banyak diwujudkan dengan bentuk kelompok kecil ataupun kelompok besar.
3. Factor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Social
1. Keluarga
2. Kematangan
3. Status social ekonomi
4. Pendidikan
5. Kapasitas mental : emosi dan intelegensi
4. Pengaruh Perkembangan Social Terhadap Tingkah Laku
Pola pikir dan tingkah laku remaja tidak sepenuhnya dibentuk oleh lingkungan, kadang remaja masih bersifat egosentris, lebih mementingkan hasrta dan pemikiran dirinya sendiri dibandingkan dengan konsep orang lain.
5. Perbedaan Individu Dalam Perkembangan Social
Perbedaan individu dalam hubungannya dengan lingkungan social tentu berbeda satu dengan yang lainnya. Remaja yang mulai mengembabgkan kehidupan bermasyarakat maka ia telah mempelajari pola-pola social dengan kepribadiannya.






KARAKTERISTIK PERKEMBANGAN MORALITAS DAN RELIGIUS ANAK DAN REMAJA
(Makalah Kelompok Sembilan)
A. Karakteristik Perkembangan Moralitas Pada Anak
Tiga tingkat dan tahap karakteristik perkembngan moralitas pada anak menurut Lawrance Kohlberg, yaitu :
1. Moralitas dengan paksaan (preconventional level)
Keadaan anak yang menenal nilai baik dan buruk dengan indictor apakah hal itu memberikan rasa menyenangkan atau menyakitkan bagi fisiknya
2. Moralitas dengan aturan (conventional level)
Anak hanya akan melukan segala sesuatu yang dianggap baik oleh keluarga dan lingkungan.
3. Moralitas setelah konfensional (postconventional level)
Usaha anak untuk melakukan tuntutan moral tanpa pengaruh dari pihak luar.
B. Karakteristik Perkembangan Moralitas Pada Remaja
Mitchell mengemukakan terdapat lima perubahan dasar dalam moral yang harus dilakukan oleh remaja, yaitu:
1. Pandangan moral individu semakin lama semakin menjadi lebih abstrak dan kurang kongkret,
2. Keyakinan moral lebih berpusat pada yang benar dan kurang pada yang salah. Keadilan muncul sebagai kekuatan moral yang lebih dominan.
3. Penilaian moral jadi lebih kognitif. Mendorong remaja lebih berani menganalisis masalah moral yang dihadapinya.
4. Penilaian moral menjadi egosentris
5. Penilaian moral secara psikologis menjadi lebih mahal. Penilaian moral merupakan bahan emosi dan menimbulkan ketegangan psikologis.


C. Karakteristik Perkembangan Religious Pada Anak
Pada dasarnya perkembangan religious anak akan sangan dipengaruhi oleh keadaan religus orang tuanya dan abagaimana mereka menanamkan hal-hal religious tersebut pada anak.
Tahap perkembangan keagamaan:
1. Masa anak-anak
a. Sikap keagamaan reseptif meskipun banyak bertanya
b. Pandangan ketuhanan yang antromoph (dipersonifikasikan)
c. Penghayatan secara rohaniah masih superfecial
2. Masa remaja
a. Sikap keagamaan bersifat reseptif disertai pengertian
b. Pandangan ketuhanan diterangkan secara rasional
c. Penghayatan secara rohaniah semakin mendalam
D. Karakteristik Perkembangan Religious Pada Remaja
Perkembanagn religious pada remaja biasanya sangan didominasi oleh keadaan religiusnya di masa remaja. Perkembngan religious ini sangat penting karena dengan kepercayaan terhadap Tuhan akam mampu menyeimbangkan gejolak remaja dengan aturan Tuhan.
1. Masa remaja awal
a. Sikap negative menyebabkan remaja memandang orang-orang yang beragama secara hipokrit
b. Pandangannya terhadap Tuhan menjadi kacau karena banyak mendengar pendapat berbagai pihak
c. Penghayatan rohaniahnya cenderung skeptic, sehingga mereka enggan melakukan kegiatan ritual
2. Masa remaja akhir
a. Sikap religious kembali karena kematangan intelektual
b. Pandangan dalam hal ketuhanan dalam konteks agama yang dianutnya
c. Penghayatan rohaniahnya kembali tenang
Terkadang remaja ingin mencari sendiri hakekat kebenaran agamanya, karena mereka ingin lebih faham atas apa yang mereka anut dan yang mereka yakini.
KARAKTERISTIK PERKEMBANGAN KEMANDIRIAN DAN KARIER ANAK DAN REMAJA
(Makalah Kelompok Sepuluh)

Definisi “Karakteristik Perkembangan Kemandirian dan karier Anak dan Remaja” yaitu, proses progresif menuju kematangan seorang individu dalam menjalani hidup dengan usaha dirinya sendiri dan kemampuannya dalam mengambil peran dalam kehidupan di masyarakat dalam fase anak dan remaja dan orientasinya di masa depan.

A. Konsep Kemandirian
Kemandirian merupakan sikap dimana seorang individu mencoba menghadapi persoalan hidup dengan menggunakan caranya sendiri tanpa ada interpensi dari pihak eksternal, dan meminimalisir bantuan dari orang lain. Kemandirian juga dapat diartikan sebuah posisi dimana individu bebas mengatur hidupnya, dan menerima sendiri segala konsekuensi atas apa yang telah ia kehendaki. Sehingga seseorang bisa disebut pribadi/individu yang sepenuhnya, dalam arti mampu mengendalikan sendiri kehidupannya, baik dari aspek fisiologis dan psikologis.
B. Karakteristik Perkembangan Kemandirian Pada Anak Dan Remaja
Pendapat para ahli perkembangan yang menyatakan:
1. Perkembangan kemandirian pada remaja:
Perkembangan kemandiriannya lebih bersifat psikologis, seperti membuat keputusan sendiri dan kebebasan berperilaku sesuai dengan keinginannya.
2. Perkembangan kemandirian pada anak;
Perkembangan kemandirian pada masa anak-anak lebih bersifat motorik, seperti berusaha makan sendiri, mandi dan berpakaian sendiri

Karakteristik Perkembangan Kemandirian Anak
1. Usia 1-2 tahun : anak mampu minum dari gelasnya sendiri tanpa tumpah, mulai makan sendiri dengan menggunakan sendok.
2. Usia 2-3 tahun : memberitahu orang dewasa kala ingin buang air
3. Usia 3-4 tahun : anak mampu ke kamar mandi sendiri
4. Usia 5-7 tahun : anak mampu berpakaian sendiri, mengikat simpul tali sepatu.
5. Usia 8-10 tahun :anak sudah mamapu membenahai peralatan pribadinya seperti menyiapkan buku sesuai jadwal pelajaran, mampu memenuhi kebutuhan sendiri seperti, memasaka mi instan saat orang orang tua tidak di rumah.
C. Tipe-Tipe Perkembangan Kemandirian pada Anak dan Remaja
Perlu kita kita ketahui bahwa kemandirian dilihat dari beberapa aspek seperti yang dikemukakan oleh Havighurst (1972), yang menyatakan bahwa kemandirian memiliki beberapa aspek, yaitu:
1. Aspek Intelektual
2. Aspek Sosial
3. Aspek Emosi
4. Aspek Ekonomi
Steinberg (1995 : 289) membagi kemandirian dalam tiga tipe.
1. Kemandirian Emosional
Kemandirian emosional dapat diartikan sebagai kemampuan individu dalam mengelola emosinya, seperti pemudaran ikatan emosional anak dengan orang tua.
Menurut Silverberg dan Steinberg (Steinberg, 1995 :291) ada empat aspek kemandirian emosional remaja, yang lebih ditekankan pada kemampuan remaja menganngap orang tua adalah orang dewasa pada umumnya, sejauh mana remaja mampu berdiri sendiri tanpa bantuan emosional dari orang tua.
2. Kemandirian Behavioral

Kemandirian perilaku (behavioral autonomy) merupakan kapasitas individu dalam menentukan pilihan dan mengambil keputusan tanpa ada campur tangan dari orang lain. Baik dalam mengambil keputusan, tidak mudah goyah dalam pendirian dan pendapat, serta rasa percaya diri yang total.

3. Kemandirian Nilai
Kemandirian nilai (values autonomy) yang dimaksud adalah kemampuan individu menolak tekanan untuk mengikuti tuntutan orang lain tentang keyakinan (belief) dalam bidang nilai. Kemandirian inilah yang paling terakhir seorang individu dapatkan.

D. Factor yang Dapat Mempengaruhi Perkembangan Kemandirian Anak dan Remaja
1. Gen atau keturunan orang tua.
2. Pola asuh orang tua
3. Sistem pendidikan di sekolah
4. Sistem kehidupan di masasyarakat
E. Konsep Karier
Definisi karier (career) lebih menunjuk pada pekerjaan atau jabatan yang ditekuni dan diyakini sebagai panggilan hidup, yang meresapi seluruh alam pikiran dan perasaan seseorang, serta mewarnai seluruh gaya hidupnya (Winkel, 1991).
F. Orientasi Karier Pada Anak Dan Remaja
Pendekatan karier bagi anak dan remaja bukanlah proses dimana anak dibentuk menjadi seorang yang khusus menggeluti salah satu bidang, tapi oreintasi karier pada anak dan remaja merupakan tahap dimana anak dan remaja dikenalkan dengan dunia yang akan digelutinya kelak.
G. Karakteristik Fase Perkembangan Karier Anak dan Remaja Berdasarkan Usia
Menurut Ginzberg, Ginsburg, Axelrad, dan Herma (1951) perkembangan karier dibagi menjadi 3 (tiga) tahap pokok, yaitu:
1. Tahap Fantasi : 0 – 11 tahun (masa mengkhayal)
2. Tahap Tentatif : 12 – 18 tahun (sadar akan minat dan bakat yang dimiliki)
a. Sub tahap Minat (11-12 tahun biasanya hanya mengerjakan sesuatu yang sesuai minat mereka).
b. Sub tahap Kapasitas kemampuan (13-14 tahun mulai melakukan kehiatan sesuai kemampuan)
c. Sub tahap Nilai (15-16 tahunsudah mulai mengetahui pekerjaan apa yang dihargai masyarakat)
d. Sub tahap Transisi (17-18 tahun sudah mulai merencanakan karier mereka ke depannya)
3. Tahap Realistis : 19 – 25 tahun (tahap realistis, menyesuaikan minat dengan kemampuan)
H. Factor yang Dapat Mempengaruhi Perkembangan Karier Anak dan Remaja
1. Faktor Internal (mitivasi dan kesadaran dalam diri anak)
2. Faktor Eksternal (lingkungan sekitar: keluarga, sekolah, teman sebaya)

I. Perkembangan Bahasa Anak Dan Remaja
1. Pengertian Perkembangan Bahasa
Perkembangan bahasa dapat diartikan meningkatnya kemampuan penguasaan alat berkomunikasi, baik dengan lisan, tulisan, maupun menggunakan isyarat dan symbol, dalam konteks usaha seseorang agar dapat mengerti maksud orang lain dan dimengerti orang lain.


2. Karakteristik Perekembangan Bahasa Anak dan Remaja
Factor intelektual sanngat berpengaruh terhadap perkembangan kemampuan berbahasa. Pembelajaran bahasa baru akan dimulai pada usia 6-7 tahun, disaat anak mulai bersekolah, namun prose situ sudah dimulai dari interaksi pertamanya dengan lingkungan terdekat, yaitu ibu. Bahasa remaja adalah bahasa yang telah berkembang. Bahasa remaja banyak dipengaruhi oleh situasi lingkungannya. Seperti teman sebaya, yang interaksinya terjalin lebih intens, sehingga bahasa yang digunakan untuk berkomunikasinya pun disesuaikan dengan bahasa teman seusianya.

3. Factor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Bahasa
a. Umur anak
b. Kondisi lingkungan
c. Kecerdasan anak
d. Status social ekonomi keluarga
e. Kondisi fisik

4. Pengaruh Kemampuan Berbahasa Terhadap Kemampuan Berpikir, Perkembangan Kemandirian dan Karier


Tingkat Intelegensi





perkembangan bahasa


karier kemandirian
PERMASALAHAN ANAK SERTA IMPLIKASINYA DALAM PENDIDIKAN
(Makalah Kelompok Sebelas)

A. Permasalahan Anak Dalam Pendidikan
Anak malas belajar merupakan salah satu permasalahan anak dalam pendidikan. Di bawah ini ada 2 faktor yang menyebabkan anak tersebut malas untuk belajar,yaitu:
1. Faktor intrinsik : berasal dari anak sendiri, misalnya lemahnya motivasi diri, kelelahan karena beraktifitas, dan membantu orang tua.
2. Faktor ekstrinsik : seperti sikap orang tua yang kurang perhatian, sikap guru yang apatis, terpengaruh perilaku buruk teman, suasana rumah kurang kondusif, dan sarana belajar yang kurang mendukung.

Adapun cara untuk meningkatkan minat belajar anak menurut pakar psikologis ada beberapa hal yang dapat dilakukan, antara lain :
1. Mencari informasi
2. Buat kesepakatan dengan anak
3. Menciptakan disiplin
4. Menegakkan disiplin
5. Ketegasan sikap
6. Menciptakan suasana belajar yang kondusif

B. Beberapa Masalah Perkembangan Anak dan Implikasinya terhadap Pendidikan.

1. DISLEKSIA
a. Defenisi
Disleksia adalah gangguan perkembangan pada otak sejak lahir ditandai dengan ketidakmampuan belajar anak di usia sekolah dalam hal membaca dan menulis, atau ketidakmampuan belajar terutama mengenai bahasa yang mempengaruhi kemampuan mempelajari kata-kata, membaca dan menulis meskipun anak memiliki tingkat kecerdasan rata-rata, memiliki kesempatan pendidikan yang cukup serta memiliki penglihatan dan pendengaran yang normal.

b. Penyebab
Kelainan otak bawaan sejak lahir disebabkan perkembangan otak pada masa janin yang mengalami hambatan/gangguan.

c. Ciri-ciri
Sulit mengingat huruf, angka, kesulitan dalam mengiramakan kata, mengenal posisi bunyi dan memisahkan kata perkata.


2. PHOBIA SOSIAL
a. Defenisi
Phobia sosial adalah gangguan perkembangan sosial anak dimana anak berada dalam kondisi irasional yaitu kecemasan yang berlebihan ketika berinteraksi dengan lingkungan sosial.

b. Ciri-ciri
1) Anak takut berintaraksi dengan lingkungan sosial
2) Anak enggan untuk berangkat kesekolah dan tempat-tempat keramaian.
3) Anak tidak mau berkenalan dengan teman sebaya atau orang lain, cenderung menghindari kontak mata dengan orang lain, menarik diri, cemas ketika berhadapan dengan orang lain.
4) Anak selalu menempel pada orang tua, tidak mau ditinggal di sekolah.
5) Rendahnya kepercayaan diri anak, memiliki konsep negative takut tidak di teriman di lingkungan.

c. Penyebab
1) Pola asuh yang salah sehingga perkembangan kemandirian sosialnya terhambat, misal orang tua dengan pengasuhan yang otoriter, atau overprotektif.
2) Trauma
3) Genetik/bawaan dari lahir

d. Perbedaan phobia sosial dengan anak pemalu/pencemas.
Pada anak dengan phobia sosial, dia menganggap segala perilakunya akan dinilai oleh orang lain. Pikirannya hanya terfokus pada hal tersebut sehingga membuatnya tidak mampu mengatasi rasa cemas. Sedangkan pada anak pemalu, ia hanya takut berinteraksi dengan lingkungan sosial sementara waktu, ketika sudah bisa beradaptasi, ia akan bergaul secara normal dengan teman-teman sebaya dan orang-orang disekitarnya.

3. HIPERAKTIVITAS

a. Defenisi
Hiperaktivitas adalah suatu gangguan perkembangan pada tingkat aktivitas anak, dimana anak memiliki aktivitas yang berlebihan (tinggi), ata suatu pola perilaku anak yang menyebabkan sikap anak tidak mau diam, tidak bisa focus perhatian dan impulsive (semaunya sendiri). Anak hiperaktif cenderung selalu bergerak dan tidak bisa tenang.
b. Perbedaan overaktif, hiperaktif dan sindrom hiperkenetik.
1) Overaktif adalah keadaan dimana anak tidak mau diam, disebabkan karena anak kelebihan energy. Hal ini menunjukkan anak berada dalam keadaan sehat, cerdas dan penuh semangat.
2) Hiperaktif adalah keadaan dimana pola perilaku anak overaktif yang cenderung menyimpang ( tidak pada tempatnya) dan semaunya sendiri, terkadang menimbulkan kerusakan, mengganggu orang lain dan bisa membahayakan jiwa anak sendiri.
3) Sindrom hiperkenetik adalah semua bentuk aktivitas yang parah yang menyertai kelambatan dalam perkembangan psikologinya, misal dalam perkembangan bicara kikuk, kesulitan bicara.
c. Penyebab
1) Gangguan perkembangan otak pada masa janin di akibatkan keracunan kehamilan
2) Keracunan timbal yang parah pada masa kanak-kanak, menyebabkan gangguan proses perkembangan otak ditandai dengan kesulitan konsentrasi dan hiperaktif. Sumber produksi timbal yaitu batu battery,asap kendaraan, cat rumah yang sudah tua, bengkel produksi mobil bekas.
3) Infeksi Telinga, yang menyebakan lemahnya pendengaran sehingga perkembangan bahasa lamban dan perilaku menjadi hiperaktif.
4) Disfungsi neurologis, dengan gejala utama tidak bisa memusatkan perhatian.

C. Cara Mengatasi permasalahan anak
Adapun jalan keluar untuk mengatasi berbagai masalah anak dalam pendidikan tergantung dari masalah apa yang dihadapi anak, yang jelas peran guru dan orang tualah yang sangat dominan dalam pemecahan masalah anak dalam belajar.





















PERMASALAHAN REMAJA SERTA IMPLIKASINYA DALAM PENDIDIKAN
(Makalah Kelompok Duabelas)

A. Remaja
Menurut Hurlock (1981) remaja adalah mereka yang berada pada usia 12-18 tahun. Monks, dkk (2000) memberi batasan usia remaja adalah 12-21 tahun. Menurut Stanley Hall (dalam Santrock, 2003) usia remaja berada pada rentang 12-23 tahun. Berdasarkan batasan-batasan yang diberikan para ahli, bisa dilihat bahwa mulainya masa remaja relatif sama, tetapi berakhirnya masa remaja sangat bervariasi.
Masa remaja disebut juga masa untuk menemukan identitas diri (self identity). Usaha pencarian identitas banyak dilakukan dengan menunjukkan perilaku coba-coba, perilaku imitasi atau identifikasi. Masa perkembangan remaja juga ditandai dengan keinginan mengaktualisasikan segala ide pikiran yang dimatangkan selama mengikuti pendidikan. Mereka bersemangat untuk meraih keberhasilan, bahkan dengan jalan yang kurang baik sekalipun. Dari sinilah permasalah remaja timbul.
B. Masalah yang Timbul Pada Masa Remaja
1. Perilaku Bermasalah (Problem Behavior)
Masalah yang dialami remaja di sekolah dapat dikatakan masih dalam kategori wajar jika tidak merugikan dirinya sendiri dan orang lain. Dampak perilaku bermasalah yang dilakukan remaja akan menghambat dirinya dalam proses sosialisasinya dengan remaja lain, dengan guru, dan dengan masyarakat. Perilaku malu dalam mengikuti berbagai aktivitas yang digelar sekolah misalnya, termasuk dalam kategori perilaku bermasalah yang menyebabkan seorang remaja mengalami kekurangan pengalaman. Jadi problem behavior akan merugikan secara tidak langsung pada seorang remaja di sekolah akibat perilakunya sendiri.
2. Perilaku tidak dapat membedakan benar-salah (Conduct Disorder)
Kecenderungan pada sebagian remaja adalah tidak mampu membedakan antara perilaku benar dan salah. Wujud dari conduct disorder adalah perilaku menyimpang dari aturan dan norma social, seperti berlaku tidak sopan pada guru atau mempermainkan teman.
3. Perilaku Menyimpang (Behavior Disorder)
Perilaku menyimpang pada remaja merupakan perilaku yang kacau yang menyebabkan seorang remaja kelihatan gugup (nervous) dan perilakunya tidak terkontrol (uncontrol), biasanya remaja mengalami hal ini jika ia tidak tenang, unhappiness dan menyebabkan hilangnya konsentrasi diri.
4. Kurangnya Perhatian (Attention Deficit Hyperactivity disorder)
Anak yang mengalami defisiensi dalam perhatian dan tidak dapat menerima impul-impuls sehingga gerakan-gerakannya tidak dapat terkontrol dan menjadi hyperactif.
5. Penyesuaian Diri yang Salah (Behaviour Maladjustment)
Perilaku yang tidak sesuai yang dilakukan remaja biasanya didorong oleh keinginan mencari jalan pintas dalam menyelesaikan masalah tanpa berfikir panjang. Perilaku menyontek, bolos, dan melangar peraturan sekolah.
Menurut Gunarsa (1989) ada beberapa karakteristik remaja yang dapat menimbulkan berbagai permasalahan pada diri remaja, yaitu:
1. Kecanggungan dalam pergaulan dan kekakuan dalam gerakan.
2. Ketidakstabilan emosi.
3. Adanya perasaan kosong akibat perombakan pandangan dan petunjuk hidup.
4. Adanya sikap menentang dan menantang orang tua.
5. Pertentangan di dalam dirinya sering menjadi pangkal penyebab pertentangan-pertentang dengan orang tua.
6. Kegelisahan karena banyak hal diinginkan tetapi remaja tidak sanggup memenuhi semuanya.
7. Senang bereksperimentasi.
8. Senang bereksplorasi.
9. Mempunyai banyak fantasi, khayalan, dan bualan.
10. Kecenderungan membentuk kelompok dan kecenderungan kegiatan berkelompok.
C. Implikasi Masalah Remaja Dalam Pendidikan
Conger (dalam Abin, 1975: 11) menegaskan bahwa pemahaman dan pemecahan masalah yang timbul pada masa remaja harus dilakukan secara interdisipliner dan antar lembaga. Namun pemecahan masalah yang paling sederhana dengan pembinaan oleh para pendidik, dalam rangka pembinaan yang dapat dilakukan para pendidik umumnya dan para guru khususnya:

1. Hendaknya seorang guru mengadakan program dan perlakuan layanan khusus bagi siswa remaja dalam masalah perkembangan fisiknya.
2. Memperhitungkan segala aspek menyangkut kemampuan dasar intelektual (IQ), bakat khusus (aptitudes), disamping aspirasi atau keinginan orangtuanya dan siswa yang bersang-kutan.
3. Seharusnya seorang guru bisa mengaktifkan dan mengkaitkan hubungan rumah dengan sekolah (parent teacher association).
4. Seorang guru atau pendidik untuk memahami dan mengurangi masalah-masalah yang mungkin timbul bertalian dengan perkembangan fungsi-fungsi konatif, afektif dan kepribadian.

Rabu, 01 Juni 2011

PENGARUH SERIAL ANIMASI UPIN-IPIN TERHADAP PENGGUNAAN BAHASA ANAK USIA 0-4 TAHUN

Artikel oleh Gina Siti Fatonah (1005475)


Masa tumbuh kembang anak merupakan salah satu tema yang menarik untuk diperbincangkan, karena masa ini merupakan masa awal pembentukan seorang manusia, di masa ini anak harus mulai diberi stimulus yang baik agar kelak anak bisa tumbuh menjadi manusia yang berkualitas. Stimulus tersebut berupa pembentukan akhlaq dan moral, juga pendidikan kognitif anak yang dibarengi dengan pendidikan motoriknya. Disinilah bahasa mulai turut berperan dalam proses pendidikan anak, karena bahasa merupakan alat komunikasi dan interaksi dalam penyampaian suatu rangsangan pada anak, dengan bahasa pula anak dapat mengutarakan apa yang ia rasakan, sehingga orang dewasa dapat mengukur sejauh mana stimulus tersebut bisa direspon.

Bahasa yang diperoleh anak tidak serta-merta anak dapatkan begitu saja ada tahapan dalam tiap fase pertumbuhannya. anak yang awalnya hanya berkomunikasi lewat tangisan, atau senyuman kemudian bisa mengucapkan kata-kata meskipun belum dapat dimengerti secara langsung, karena pelafalannya masih belum sesuai dengan bahasa formal yang digunakan orang dewasa.
Periode verbal atau komunikasi lisan mempunyai beberapa fase yaitu:
• Bulan ke 12 – 15 : yang merupakan fase kalimat dengan satu kata. Misalnya seorang anak mengatakan: “Mobil!” ini bisa bermakna ambigu, kata tersebut bisa berarti: “Saya minta sebuah mobil!” atau: “Beri saya mobil itu!” di masa ini anak akan banyak bertanya tentang nama semua benda yang ditemuinya dengan cara menunjuk-nunjuk barang tersebut.
• Bulan ke 15 - 2 tahun: fase kalimat dengan dua kata. Seorang anak usia dua tahun biasanya sudah mempunyai 270 kata. Ia juga bertanya dengan intonasi bertanya. Ia mulai menyangkal dengan kata-kata. Banyak kata-kata yang masih terpotong , misalnya “minum” menjadi “mium”.
• Usia 2 – 3 tahun: yang merupakan fase kalimat dengan banyak kata. Kalimat terdiri dari kata benda dan kata kerja. Apa yang diucapkan lebih kepada arti atau maksud kalimat yang diucapkan, namun belum dalam bentuk kalimat yang benar. Tetapi dalam usia ini daftar kata yang dimiliki akan meningkat dengan pesat.
• Usia 3 – 4 tahun: si anak akan banyak mengerti berbagai hal, dan banyak bercerita. Ia juga sudah bisa mengucapkan bunyian berbagai huruf kecuali /s/l/r. Juga masih ada beberapa kesalahan dengan pengucapan kata sambung, tetapi sudah bisa berbicara dengan aturan sebuah kalimat.
• Usia 4 – 6 tahun: Di usia enam anak-anak ini akan semakin baik mengucapkan berbagai huruf, juga untuk huruf-huruf yang sulit seperti s dan r. Ia juga semakin membaik dengan aturan pembuatan kalimat, termasuk juga penggunaan kata penghubung: dan, tapi, atau, karena, sebab dsb. Dalam usia ini anak juga mulai dengan menyampaikan pemikiran dari abstraksinya

Dalam tiap fasenya anak mengalami perkembangan yang bertahap, tapi pada periode usia 2-4 tahun perkembangannya semakin cepat, perbendaharaan kata akan bertambah dengan pesat. Usia ini disebut juga sebagai masa keemasan anak atau yang lebih dikenal dengan golden age, dimana syaraf otak mengalami tumbuh kembang paling cepat dan paling kritis, sehingga anak akan sangat mudah merespon stimulus-stimulus dari luar, termasuk dalam proses pemerolehan bahasa.

Agen utama pemebentuk bahasa anak adalah orang tua, mengapa? Karena orang tualah orang pertama yang berinteraksi dengan anak, sehingga bahasa yang digunakan anak sehari-hari tergantung dengan bahasa apa yang orang tuanya gunakan sehari-hari. namun permasalahannya sekarang adalah, apakah peran media turut berperan aktiv dalam proses pemerolehan bahasa anak? Mengingat penggunaan media, contohnya televise tidak hanya diperuntukan bagi orang dewasa, tetai juga untuk anak usia dini sekalipun. Hal ini dapat kita saksikan sendiri di setiap stasiun televise pasti menayangkan acara yang khusus diperuntukan anak-anak. Lantas, adakah pengaruh tayangan-tayangan tersebut terhadapa penggunaan bahasa anak?

Salah satu acara televise yang kini tengah digemari anak-anak adalah serial animasi Upin dan Ipin, serial ini berkisah tentang kehidupan sepasang anak kembar dan kawan-kawannya. Serial animasi yang berdurasi satu jam ini berasal dari negeri tetangga, Malaysia, meskipun bahasa yang digunakan dalam acara ini adalah bahasa Melayu, tapi pesan yang terkandung dalam tiap episodnya masih dapat ditangkap oleh anak dengan baik, tinkgah para tokohnya yang jenaka semakin membuat anak betah menontonnya. Yang menjadi perhatian dalam pristiwa ini adalah, apakah serial Upin-Ipin yang notabene menggunakan bahasa melayu dalam penayangannya memberikan pengaruh terhadapa bahasa yang digunakan anak? Jawabannya bisa ya, bisa tidak. Mengingat pada masa ini anak sangat sensitive terhadap rangsangan dari luar, besar kemungkinan bahwa serial tersebut dapat mempengaruhi bahasa anak. Setidaknya ada satu atau dua kata dari bahasa melayu yang dapat diaplikasikan oleh anak. Tapi setelah dilakukan beberapa survey di lapangan, peneliti mendatangi anak yang hobi nonton Upin-Ipin, mengamati penggunaan bahasanya sehari-hari, kemudian mewawancarai orang tua anak mengenai cara bicara anak dalam interaksinya dengan orang-orang sekitarnya. Hasil yang di dapat adalaha, bahwa setelah menyaksikan serial Upin-Ipin bahasa yang digunakan anak tetap saja bahasa Indonesia.

“Si ade tetep ngomong pake bahasa Indonesia, lagian kita kan orang batak, jadi kalo di rumah biasa pake bahasa Indonesia aja. Paling juga bilang betul, betul, betul,,, aja kaya si Upin.” Begitu papar bu Dewi saat beliau ditanya soal anaknya.

Dari wawancara tersebut dapat kita simpulkan bahwa, bahasa yang digunakan anak sehari-hari itu bergantung pada bahsa yang digunakan orang tuanya. Atau dengan kata lain orang terdekatlah yang menentukan bahasa apas yang akan digunakan anak seterusnya. Saat orang tuanya menggunakan bahasa Inggris pasti si anak akan menggunakan bahasa Inggris juga. Mengapa demikian karena bahsa pertama anak atau sering disebut juga bahasa ibu itu diperoleh melalu tahap pemerolehan secara nertahap terus-menerus. Sehingga peran media atau bisa kita sebut peran dari film-film animasi itu hanya berpengaruh kecil, bahkan sangat kecil terhadap penggunaan bahasa anak, karena anak tidak hidup secara nyata dalam lingkungan tersebut.

PEMAHAMAN AWAL TENTANG KARYA TULIS ILMIAH

Sebelum kita membahas lebih jauh mengenai seluk beluk karya ilmiah akan lebih baik jika kita mengetahui definisinya terlebih dahulu. Berikut beberapa definisi karya ilmiah.

A. Definisi Karya Ilmiah
1. Drs. Totok Djuroto dan Dr. Bambang Supriyadi menyebutkan bahwa karya ilmiah merupakan serangkaian kegiatan penulisan berdasarkan hasil penelitian, yang sistematis berdasar pada metode ilmiah, untuk mendapatkan jawaban secara ilmiah terhadap permasalahan yang muncul sebelumnya.
2. Menurut Brotowidjoyo, karya ilmiah adalah karangan ilmu pengetahuan yang menyajikan fakta dan ditulis menurut metodologi penulisan yang baik dan benar.
3. Menurut Hery Firman, karya ilmiah adalah laporan tertulis dan dipublikasikan dipaparkan hasil penelitian atau pengkajian yang telah dilakukan oleh seorang atau sebuah tim dengan memenuhi kaidah dan etika keilmuan yang dikukuhkan dan ditaati oleh masyarakat keilmuan.
Dari beberapa definisi diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa karya tulis ilmiah adalah laporan tertulis mengenai hasil penelitian suatu masalah berdasarkan fakta dan eksperimen yang disajikan sesuai dengan kaidah-kaidah bahasa yang telah ditentukan yang kemudian diujikan untuk mempertanggungjwabkan kefalidan karya tersebut.
Karya ilmiah, suatu tulisan yang di dalamnya membahas suatu masalah. Pembahasan itu dilakukan berdasarkan penyelidikan, pengamatan, pengumpulan data yang didapat dari suatu penelitian, baik penelitian lapangan, tes labolatorium ataupun kajian pustaka. Maka dalam memaparkan dan menganalisis datanya harus berdasarkan pemikiran ilmiah yang dikatakan dengan pemikiran ilmiah disini adalah pemikiran yang logis dan empiris.
Karya ilmiah harus ditulis secara jujur dan akurat berdasarkan kebenaran tanpa mengingat akibatnya. Kebenaran dalam karya ilmiah adalah kebenaran yang objektif-positif, sesuai dengan data dan fakta di lapangan, dan bukan kebenaran yang normatif. Berdasarkan hal semacam ini, jelas bahwa sebuah tulisan yang disebut sebagai karya ilmiah harus memiliki persyaratan-persyaratan khusus, seperti yang disebutkan Brotowidjojo yang ditulis oleh Yunita T. Winarto Dkk, dalam bukunya Karya Ilmiah Sosial, bahwa karya ilmiah memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
1. Menyajikan fakta secara objektif
2. Faktual, artinya dibuat berdasarkan fakta yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.
3. Disusun secara sistematis, artinya memiliki sistematika tertentu yang harus ditaati.
4. Bermetode, artinya disusun berdasarkan metode ilmiah tertentu.
5. Cermat dan jujur.
Disamping itu karya tulis ilmiah juga memiliki syarat-syarat khusus, diantaranya:
1. Merupakan karya yang menggunakan tulisan sebagai medianya.
2. Membahas konsep ilmu pengetahuan.
3. Disusun secara sistematis.
4. Dituangkan dengan menggunakan bahasa yang baik dan benar.
Syarat-syarat tersebut mutlak harus dipenuhi, bila ada salah satu syarat yang tidak sesuai maka karya tersebut tidak disebut sebagai karya ilmiah.
Untuk memperjelas jawaban ilmiah terhadap permasalahan atau pertanyaan yang ada dalam suatu penelitian, penulisan karya ilmiah harus menggali khazanah pustaka, guna melengkapi teori-teori atau konsep-konsep yang relevan dengan permsalahan yang ingin dijawabnya. Untuk itu penulisan karya ilmiah harus rajin dan teliti dalam hal membaca dam mencatat konsep-konsep serta teori-teori yang mendukung karya ilmiahnya tersebut. Hal yang paling esensial dari sebuah karya tulis ilmiah adalah adanya kajian suatu ilmu atau fenomena baru yang diteliti kepustakaan dan disertai dengan pemecahan masalah tersebut.

B. Tujuan dan Fungsi Karya Tulis Ilmiah
Tujuan karya tulis ilmiah diantaranya:
1. Karya ilmiah disusun dengan tujuan memecahkan masalah tertentu.
2. Karya ilmiah disusun untuk menambah pengetahuan, ilmu dan konsep pengetahuan tentang suatu pokok masalah tertentu.
3. Karya ilmiah disusun untuk membina kemampuan menulis dan berfikir ilmiah bagi penulisnya.

Disamping memiliki tujuan tertentu, karya tulis ilmiah juga memiliki beberapa fungsi sebagai berikut.
1. Fungsi pendidikan, karya tulis ilmiah berfungsi untuk memberikan pengalaman yang berharga bagi penulisnya sehingga ia mampu menulis, berpikir, dan mempertanggungjawabkan tulisannya secara ilmiah.
2. Fungsi penelitian, karya tulis ilmiah berfungsi sebagai sarana bagi penulisnya guna menerapkan prosedur ilmiah dan mempraktikannya dalam usaha mengembangkan ilmu pengetahuan.
3. Fungsi fungsional, karya tulis ilmiah dapat berfungsi sebagai alat pengembangan ilmu pengetahuan, tambahan daftar pustaka, dan kepentingan praktis lapangan dalam satu displin ilmu tertentu.
4. Fungsi ekspresif adalah seseorang dapat menuangkan berbagai gagasan tertulis yang dikomunikasikan kepada pihak lain.
5. fungsi instrumental adalah bahwa menulis menjadi media bagi seseorang untuk meraih tujuan-tujuan lainnya.

C. Jenis-jenis Karya Ilmiah

Karya tulis ilmiah secara umum dapat dikelompokkan ke dalam dua kategori, yakni KTI sebagai laporan hasil pengkajian/penelitian, dan KTI berupa hasil pemikiran yang bersifat ilmiah. Keduanya dapat disajikan dalam bentuk laporan hasil penelitian, buku, diktat, modul, karya terjemahan, makalah, tulisan di jurnal, atau berupa artikel yang dimuat di media masa..

Secara lebih rinci beberapa contoh jenis karya ilmiah tersebut dapat diuraikan berikut ini.
1. Laporan hasil penelitian
Laporan hasil penelitian dilakukan sebagai bukti bahwa seseorang telah melakukan penelitian. Laporan hasil penelitian disusun berdasarkan langkah-langkah penelitian dan temuan yang diperoleh pada saaat penelitian dilakukan. Laporan hasil penelitian memuat hal-hal yang sejak awal penelitian (proposal penelitian) disusun oleh peneliti untuk dilaporkan. Laporan hasil penelitian mencakup hal-hal berikut: pendahuluan, landasan teori, metode penelitian, hasil penelitian dan pembahasan, kesimpulan dan saran. Komponen-komponen ini merupakan hal-hal pokok dalam laporan penelitian, meskipun penyusunannya didasarkan pada gaya selingkungan setiap institusi atau lembaga.
Dengan demikian salah satu karakteristik yang harus ada dalam laporan penelitian adalah sistematika laporan yang berurutan sebagaimana dikemukakan di atas. Laporan yang demikian menunjukkan kerangka penelitian yang sistematis dan lazim digunakan dalam dunia akademik. Laporan penelitian juga harus memperhatikan aspek lainnya di luar sistematika di atas, yakni bahasa yang digunakan harus menggunakan bahasa Indonesia ilmiah, isi yang dituliskan harus benar-benar hasil penelitian yang dilakukan. Data yang dicantumkan harus objektif berdasarkan temuan dan teori yang disajikan harus mendukung data dan temuan penelitian.
Menurut Soehardjono (2006) laporan penelitian harus memenuhi beberapa kriteria, yakni asli, penelitian harus merupakan karya asli penyusunnya, bukan merupakan plagiat (adopsi pendapat pihak lain), jiplakan, atau disusun dengan niat dan prosedur yang tidak jujur. Syarat utama karya ilmiah adalah kejujuran. Ilmiah, penelitian harus berbentuk, berisi, dan dilakukan sesuai dengan kaidah-kaidah kebenaran ilmiah. Penelitian harus benar, baik teorinya, faktanya maupun analisis yang digunakannya. Konsisten, penelitian harus disusun sesuai dengan kemampuan penyusunnya. Bila penulisnya seorang guru, maka penelitian haruslah berada pada bidang kelimuan yang sesuai dengan kemampuan guru tersebut. Mengingat penelitian sesungguhnya ikhtiar kita untuk menjawab persoalan melalui data dan fakta lapangan, maka hal yang harus diperhatikan adalah apa masalah penelitian, bagaimana masalah dirumuskan, metode apa yang digunakan untuk menyelesaikan masalah, apa temuan penting, dan apa kesimpulan yang diperoleh. Inilah inti dilakukannya sebuah penelitian.

2. Makalah
Makalah sering diartikan sebagai sebuah karya ilmiah yang memuat topik tertentu yang disajikan pada sebuah forum ilmiah atau disusun untuk sebuah kepentingan tertentu, misalnya tugas kuliah. Makalah dapat dihasilkan dari sebuah penelitian, namun juga dapat dihasilkan dari hasil pemikiran dan kajian literatur yang memadai. Namun, fokus makalah harus disusun berdasarkan sebuah topik keilmuan tertentu.
Makalah dapat dikategorikan ke dalam makalah biasa (comman paper) dan makalah posisi (position paper) (UPI, 2007:5). Makalah biasa disusun para mahasiswa untuk menyelesaikan tugas perkuliahan. Sementara makalah posisi disusun untuk menentukan sebuah posisi keilmuan (teoretik). Makalah posisi tidak hanya mendeskripsikan masalah atau topik teoretis yang dibahas, namun juga menunjukkan di mana posisi makalah (penulis) dalam topik teoretis tersebut.

Makalah memiliki beberapa karakteritik berikut ini (UPI, 2007:5).
a. Merupakan hasil kajian pustaka dan atau laporan pelaksanaan suatu kegiatan lapangan yang sesuai dengan cakupan permasalahan suatu bidang keilmuan;
b. Mengilustrasikan pemahaman penulisnya tentang permasalahan teoretis yang dikaji atau kemampuan penulisnya dalam menerapkan suatu prosedur, prinsip, atau teori yang berhubungan bidang keilmuan;
c. Menunjukkan kemampuan pemahaman penulisnya terhadap isi dari berbagai sumber yang digunakan;
d. Mendemonstrasikan kemampuan penulisnya meramu berbagai sumber informasi dalam suatu kesatuan sintesis yang utuh.
3. Kertas kerja
Kertas kerja ditulis dengan tujuan untuk melaorkan satu kegiatan tertentu yang telah dilaksanakan oleh penulisnya. Karya tulis ini biasanya ditulis oleh seorang telah melaksanakan satu kegiatan kerja tertentu, misalnya kuliah kerja nyata, praktik kerja lapangan, kerja laboratorium atau kegiatan sejenisnya. Sistematika penulisannya akan sangat bergantung pada lembaga yang menugaskan penulis untuk melakukan kegiatan tersebut.

4. Skripsi
Skripsi merupakan karya tulis ilmiah resmi yang membahas permasalah dalam bidang tertentu sebagai syarat penyelesaian studi akhir jenjang sarjana.

5. Tesis
Tesis adalah karya tulis ilmiah resmi yang disusun oleh mahasiswa sebagai salah satu syarat menyelesaikan program magister (S-2) sebagai pembuktian kemampuan mahasiswa dalam penelitian dan pembangunan ilmu dalam disiplin ilmu tertentu. Tesis memiliki karakteristik:
a. Berfokus pada kajian mengenai salah satu isu yang tercakup dalam satu ilmu tertentu.
b. Sebagai suatu bukti pengujian empirik terhadap posisi teoritis dalam suatu disiplin ilmu tertentu.
c. Berfokus pada pengujian teori yang telah ada.

6. Disertasi
Disertasi adalah karya tulis ilmiah resmi akhir seorang mahasiswa dalam menyelesaikan program doktor (S-3) sebagai bukti bahwa mahasiswa tersebut dapat melakukan penelitian yang berhubungan dengan penemuan teori baru dalam suatu disiplin ilmu. Karakteristik disertasi:
a. Berfokus pada penemuan suatu teori baru dalam disiplin ilmu tertentu.
b. Berfokus pada pengembangan prinsip-prinsip teori yang telah ada .
c. Berisi pengembangan model-model baru yang diuji dilapangan.

7. Karya tulis ilmiah Populer
Karya tulis yang disajikan dalam sebuah media cetak atau media elektronik yang dipublikasikan pada publik. Biasanya ditulis dengan gaya bahasa yang menarik agar mudah dimengerti oleh pembacanya namun tetap objektif.

8. Orasi ilmiah
Orasi ilmiah merupakan salah satuj jenis karya tulis ilmiah yang biasanya disampaikan dalam kegiatan akademik di perguruan tinggi, misalnya peresmian guru besar.

9. Artikel jurnal ilmiah
Artikel jurnal disusun untuk kepentingan publikasi karya ilmiah penulisnya dan menentukan posisi keilmuan seseorang. Artikel jurnal ilmiah dapat disusun berdasarkan hasil sebuah penelitian atau hasil pemikiran yang disertai kajian kepustakaan yang relevan dan komprehensif. Artikel jurnal ilmiah disusun berdasarkan panduan umum penulisan artikel jurnal dan gaya selingkung yang ditetapkan oleh masing-masing pengelola jurnal.
Penulisan artikel jurnal ilmiah disusun berdasarkan sistematika: judul, penulis, abstrak, kata kunci, pendahuluan, metode, hasil penelitian, pembahasan, kesimpulan dan saran. Sementara itu artikel yang disusun berdasarkan hasil pemikiran disusun sebagai berikut: judul, penulis, abstrak, kata kunci, pendahuluan, isi (terdiri atas beberapa subtopik), dan simpulan.
Prinsip utama tulisan jurnal adalah spesifik dan mendalam. Spesifik artinya tulisan yang disajikan harus memuat bidang keilmuan yang khusus, tidak bersifat umum. Oleh karena itu, penulis jurnal harus orang yang memiliki keilmuan di bidangnya. Penulis jurnal adalah seorang spesialis, bukan generalis. Mendalam berarti kajian yang disajikan harus benar-benar menyentuh esensi keilmuan atau esensi topik yang dibahasnya.

10. Buku pelajaran
Dikatakan sebagai karya tulis ilmiah di bidang pendidikan karena memiliki kebenaran ilmiah dan disusun dengan landasan teori tertentu Modul
11. Diktat Pelajaran
Adalah catatan tertulis suatu bidang studi yang disiapkan oleh guru untuk mempermudah pengayaan materi pelajaran atau bidang studi yang dibahas dalam proses pembelajaran.
12. Terjemahan
Adalah karya tulis hasil penerjemahan dari buku atau karya tulis ilmiah asing ke bahasa Indonesia atau sebaliknya.
D. Bahasa Karya Ilmiah
Karya tulis ilmiah harus menggunakan bahasa ilmiah, yakni bahasa resmi yang digunakan dalam bidang keilmuan. Bahasa keilmuan tentu bukan bahasa pergaulan sehari-hari atau bahasa populer yang disajikan di berbagai media. Karena karya ilmiah terbatas pembaca dan medianya, maka bahasa yang digunakannya lebih terbatas pula, mungkin hanya dipahami oleh mereka yang memiliki bidang keilmuan yang sama.
Secara umum, bahasa ilmiah adalah bahasa Indonesia yang baku (resmi) dan mengandung hal-hal teknis yang sesuai dengan bidang keilmuannya. Bahasa yang demikian memiliki karakteristik-karakteristik berikut.
1. kencedekiaan
Bahasa karya ilmiah harus mengandung sebuah bidang keilmuan (cendekia) melalui pertanyaan yang tepat.
2. lugas dan jelas
Bahasa karya tulis ilmiah harus disajikan dalam bahasa yang memiliki makna yang jelas, tidak bertele-tele dan tidak bermakna ganda. Bahasa yang digunakan harus pasti dan memberikan kepastian kepada pembaca.
3. formal dan objektif
Bahasa karya tulis ilmiah harus disajikan secara formal, baik dalam hal penggunaan kosakata, diksi, kalimat, dan sistem ejaaan yang digunakan. Objektif berarti menyajikan fakta dalam bahasa yang langsung dan tidak berpihak kepada siapapun.

4. Ringkas dan padat
Bahasa karya tulis ilmiah harus disajikan secara tingkas, langsung pada sasaran yang dimaksud, dan padat secara isi. Dalam karya tulis ilmiah panjang uraian tidak menentukan baik-buruknya sebuah karya tulis. Oleh karena itu, bahasa yang disajikan harus bahasa yang ringkas dan padat.

5. Konsisten
Bahasa yang konsisten adalah bahasa yang stabil dan mapan dipakai penulis, terutama dalam hal istilah atau penggunaan diksi. Konsistensi isilah dan diksi penting dalam karya ilmiah.
Aspek bahasa yang juga harus diperhatikan dalam penulisan karya ilmiah adalah terdapat berbagai kesalahan yang dilakukan, misalnya kesalahan penalaran atau logika yang tercermin dalam kalimat dan isi, kesalahan pemakaian dan penulisan kata (diksi), kesalahan dalam penyusunan kalimat dan kesalahan dalam pemakaian ejaan dan tanda baca. Kesalahan-kesalahan tersebut tentu harus dihindari mengingat akan berpengaruh terhadap isi karya itu dipahami para pembacanya. Kesalahan penalaran dan logika bisanya terjadi karena kurang sistematisnya atau kurang jelasnya informasi yang disampaikan dalam kalimat dan teks tersebut.
E. Tahap Penulisan Karya Tulis Ilmiah
Maxine Hairston (1986: 6) menyebutkan bahwa tulisan yang baik itu harus bersifat signifikan, jernih, ekonomis, bersifat membangun, dan gramatik (good writing is significant, clear, unifiel, economical, developed, and grammatical). Tentu ini syarat umum dalam sebuah tulisan, mengingat tulisan itu harus dibaca orang. Tulisan memang harus berkaitan (signifikan) dengan suatu permasalahan yang menarik. Kalau tidak, tulisan tersebut tidak akan dibaca. Tulisan juga harus jernh, tidak tendensius, karena unsur subjektif tidak terlalu disenangi para pembaca. Tulisan juga harus ekonomis agar pembaca tidak jenuh saat membaca. Tulisan pun harus bertatabahasa karena itu mencerminkan logika bahasa yang dipakai penulis.
Untuk mendapatkan tulisan yang baik, diperlukan strategi dan langkah-langkah penulisan karya ilmiah secara sistematis. David Nunan (1991) dalam Syihabuddin (2006) merinci tahapan dalam menulis, yakni tahap prapenulisan, tahap penulisan, dan tahap revisi atau perbaikan tulisan. Kegiatan-kegiatan ini untuk menunjukkan bahwa menulis membutuhkan proses yang berkesinambungan. Pada tahap prapenulisan, kita harus menyiapkan beberapa hal yang mendukung terciptanya tulisan, pada tahap penulisan penulis berfokus pada hasil berupa draf tulisan, dan pada saat pascapenulisan fokus penulis diarahkan pada perbaikan tulisan.
McCrimmon (1984:10) menjelaskan bahwa proses menulis terdiri atas tiga tahap, yakni perencanaan, membuat draf, dan merevisi. Perencaan berkait erat dengan bagaimana kita memulai menulis. Demikian pula, bagaimana kita menggunakan memori untuk kepentingan menulis. Membuat draf artinya membuat garisbesar tulisan. Merevisi artinya meneliti kembali tulisan agar tidak mengandung kesalahan yang membuat tulisan itu tidak baik.
Untuk mewujudkan karya tulis ilmiah yang baik. Mari kita fahami langkah-langkah penulisan karya tulis ilmiah sebagai berikut.
1. Tahap persiapan
a. Pemilihan tema
Merupakan langkah awal dalam penulisan karya ilmiah. Tema berarti pokok pikiran. Menentukan tema berarti menentukan langkah selanjutnya dalam penulisan karya ilmiah. Syarat tema yang baik adalah bahwa tema itu harus dikuasai oleh penulis, menarik, baru dan bermanfaat.

b. Pembatasan tema
Pembatasan tema dimaksud untuk mengkerucutkan pokok pembahsan. Dengan demikian dapat meminimalisir kekaburan pokok bahasan dan lebih memfokuskan satu bahasan secara lebih terperinci.

c. Menentukan maksud dan tujuan penulisan
Seperti halnya dengan pembatasan tema, pembatasan maksud juga akan menentukan bahan dan cara mana yang diperlukan. Setelah itu menetukan tujuan penulisan karya ilmiah kegitan ini akan memberikan warna dan arah tersendiri bagi karya tulis tersebut. Tujuan penulisan biasanya berkaitan erat dengan jenis karya ilmiah yang hendak ditulis.
d. Menyusun outline (garis besar)
Outline karya tulis ilmiah adalah suatu rencana kerja yang memut garis-garis besar dari suatu karya tulis ilmiah yang akan digarap. Dengan menyusun outline penulis akan menulis karya ilmiahnya dengan runut dan sistematis. Outline bisa berupa catatan sederhana ataupun secara mendetail daan digarap dengan sangat cermat
2. Tahap pengumpulan data
Pada tahap ini dilakukan serangkaian kegiatan meliputi penyusunan instrument, uji coba instrument, dan pengumpulan data. Tahap kedua ini harus dapat mengumpulkan sejumlah data yang valid dan reriabel. Langkah selanjutnya adalah mengumpulkan data-data untuk memperkaya tulisan, ada beberapa cara pengumpulan data, diantaranya: studi pustaka, melakukan penelitian,melakukan wawancara, dan menyebarkan angket.
3. Tahap analisa data
Pada tahap ini data yang dikumpulkan ditinjau kembali. Ada dua cara analisa data, pertama dengan cara kualitatif: identifikasi data, klasifikasi data, analisis data, interpretasi dan pembuatan simpulan. Untuk cara kuantitatif dapat dilakukan dengan menggunakan teknik uji statistik.
4. Tahap penyusunan draf laporan
Kerangka tulisan yang dibuat sebelumnmnya pada tahap ini mulai dikembangkan dengan menyajikan hasil studi pustaka, hasil pengumpulan data, dan simpulan yang diperoleh.
5. Tahap refising dan editing
Draf karya ilmiah yang dibuat sebaiknya diedit dan direvisi kembali untuk meminimalisir kesalahan dan melengkapi kekurangan.
6. Tahap pelaporan
Ini adalah tahap akhir yang harus ditempuh oleh seorang penul karya ilmiah. Pada tahap ini karya tulis harus dapat dilaporkan dan dipertanggungjawabkan kebenarannya.

Tahapan-tahapan diatas harus dilaksanakan dengan runut dan cermat, agar dapat menjadi karya tulis ilmiah yang baik dan dapat dipertanggungjawabkan.
F. Sistematika Karya Tulis Ilmiah
Setiap jenis karya tulis ilmiah memiliki sistematika yang berbeda tergantung pada fokus kajian dan kekomprehensifan kajian tersebut. Berikut gambaran umum sistematika penyusunan karya tulis ilmiah.
1. Bagian pembuka
Bagian ini merupakan bagian paling awal dalam sebuah karya tulis ilmiah. Pada bagian ini terdapat lembar judul, halaman judul, lembar pengesahan, abstrak, kata pengantar, daftar isi, daftar tabel, daftar gambar, daftar lampiran, dan daftar lambang atau singkatan. Paling sedikit lembar ini biasanya mencakup lembar judul, kata pengantar, dan daftar isi.
2. Bagian isi
Bagian ini adalah bagian inti karya ilmiah. Bagian ini secara umum memuat hal-hal seperti pendahuluan, pembahasan, dan simpulan saran. Dan biasanya terdapat subbagian-subbagian dala setiap bagiannya.
3. Bagian penutup
Bagian penutup dalam sebuah karya ilmiah merupakan bagian pelengkap yang tidak bisa dipisahkan dari bagian inti atau isi karya tulis ilmiah. Bagian penutup biasanya berisi daftar pustaka, riwayat hidup penulis, dan lampiran-lampiran yang diperlukan dalam kelengkapan karya tulis ilmiah

Reposisi Peran Guru dalam Sistem Pendidikan Kita

Mengapa angka pengangguran terdidik di Indonesia masih tinggi? Permasalan ini harus kita renungkan, terlebih kita sebagai orang yang nantinya akan berkecimpung dalam ranah pendidikan, karena situasi seperti ini tidak dapat dipisahkan dari sistem pendidikan kita yang masih keliru dalam memaknai pendidikan itu sendiri. Pendidikan hanya dijadikan tempat mendapatkan gelar, tanpa peningkatan pemahaman dan aplikasi ilmu yang sebenranya. Dimana orientasi siswanya hanya pada nilai-nilai simbolis dengan kualitas yang sangat minimalis.
Diakui atau tidak system pendidikan kita belum mampu menjalankan fungsi yang diharapkan, hal ini terbukti dengan keadaan siswa yang hanya memahami ilmu secara kognitif saja. Di sekolah siswa hanya dituntut untuk menghafal bahan pelajaran, siswa kurang dibiasakan untuk menyampaikan pertanyaan tentang apa yang terjadi di dunia sekitarnya dan menyelaraskan itu dengan ilmu yang ia peroleh.
Perubahan system pendidikan akan menuntut reposisi guru. Reposisi peran guru dalam pendidikan berarti mengembalikan lagi tugas guru pada tempat yang seharunya, bahwa guru bukan saja sebagai tutor atau penatar semata, yang hanya bertugas memberikan materi agar anak mempu menghafal banyak rumus, tanpa menginformasikan aplikasi rumus tersebut dalam kehidupan siswa yang sebenarnya, sehingga anak tidak mahir dalam menerapkan ilmu yang telah ia dapat, ilmu hanya numpang lewat dalam benak siswa. Di jenjang selanjutnya, reposisi dosen dalam perannya di perguruan tinggi, bukan hanya sebagai “bank ilmu” atau penceramah di kelas saja, tapi dosen memiliki tugas lain yaitu memacu mahasiswanya agar lebih memikirkan “how” ketimbang “what”, menggiring mahasiswanya untuk lebih memikirkan jalan dan cara bukan hanya terus terkungkung pada teori, sehingga perguruan tinggi mampu mencetak manusia solutif yang inovatif.
Sehubungan dengan itu, peran pemerintah dalam menyiapakan calon guru harusnya tidak semata-mata pada pemberian berbagai mata kuliah yang dirancang untuk kemampuan mengajar calon guru saja, tetapi calon guru juga harus dididik agar mampu menerapkan bidang studi yang ditekuninya dalam aspek kehidupan calon peserta didiknya kelak, calon pendidik harus diarahkan agar mereka lebih memikirkan apa aplikasi ilmu tersebut dalam semua aspek tumbuh kembang anak, misalnya apa peran mata pelajaran bahasa inggris bagi kehidupan sosial anak, apa yang dapat dilakukan ilmu geografi dalam proses pertumbuhan anak, begitulah seharusnya pendidikan, tidak hanya sebagai ilmu tapi sebagai cara membentuk individu yang utuh dan mampu menyongsong kehidupannya kelak dengan ajeg dan berstandar keilmuan.
Begitulah pendidikan, bukan merupakan seuatu proses semata, tapi juga sebagai suatu system, dimana keadaan salah satu bagian akan berdampak pada bagian yang lain, seperti posisi guru akan mempengaruhi keadaan siswa, karakter siswa akan membentuknya menjadi manusia, manusia akan berbudaya yang kemudian akan menciptakan system sesuai dengan tingkat pendidikan, dan budaya akan mempengaruhi tatanan, begitu seterusnya. Maka dari itu, reposisi guru pada tugas dan peran yang seharusnya adalah mutlak, perlu dan harus. Demi pencapaian manusia yang lebih berilmu, beradab, dan berkemanusiaan.

Karakteristik Perkembangan Kemandirian dan Karier Anak dan Remaja

Sebelum membahas mengenai karakteristik perkembangan kemandirian dan karier pada anak dan remaja secara lebih jauh tentu kita harus mengetahui definisi perkembangan itu sendiri, menurut Akhmad Sudrajat (2008), “Perkembangan dapat diartikan sebagai perubahan yang sistematis, progresif dan berkesinambungan dalam diri individu sejak lahir hingga akhir hayatnya atau dapat diartikan pula sebagai perubahan-perubahan yang dialami individu menuju tingkat kedewasaan atau kematangannya.” Sedangkan menurut Dr. Aminah Soepalarto, SpS Perkembangan adalah proses yang berlangsung sejak konsepsi, lahir dan sesudahnya, dimana badan, otak, kemampuan dan tingkah laku pada masa usia dini, anak-anak, dan dewasa menjadi lebih kompleks dan berlanjut dengan kematangan sepanjang hidup.” Dari dua definisi tersebut dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa perkembangan merupakan sebuah proses progresif berkesinambungan dalam pase kehidupan individu menuju kematangan hidupnya.
Dan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia “kemandirian” berasal dari kata mandiri yang berarti keadaan dapat berdiri sendiri; tidak bergantung pada orang lain. Dan karier berarti keahlian (hobi dsb) yg diamalkan dalam masyarakat atau dijadikan sumber kehidupan; atau kemajuan dalam kehidupan; perkembangan dan kemajuan dalam pekerjaan,atau jabatan,
Setelah kita mengetahui definisi dari penggalan kata pertumbuhan, kemandirian, dan karier, maka mudah bagi kita untuk mengetahui definisi dari “Karakteristik Perkembangan Kemandirian dan karier Anak dan Remaja” yaitu, proses progresif menuju kematangan seorang individu dalam menjalani hidup dengan usaha dirinya sendiri dan kemampuannya dalam mengambil peran dalam kehidupan di masyarakat dalam fase anak dan remaja dan orientasinya di masa depan.
Uraian singkat dibawah ini akan membantu kita untuk lebih memahami materi tersebut.

A. Konsep Kemandirian
Menurut Hanna Widjajanti kemandirian menunjuk pada adanya kepercayaan akan kemampuan diri untuk menyelesaikan persoalan-persoalan tanpa bantuan khusus dari orang lain, keengganan untuk dikontrol orang lain, dapat melakukan sendiri kegiatan-kegiatan, dan menyelesaikan sendiri masalah-masalah yang dihadapi.
Dalam pandangan Lerner (1976), konsep kemandirian (autonomy) mencakup kebebasan untuk bertindak, tidak tergantung kepada orang lain, tidak terpengaruh lingkugan dan bebas mengatur kebutuhan sendiri. Konsep kemandirian ini hampir senada dengan yang diajukan Watson dan Lindgren (1973) yang menyatakan bahwa kemandirian (autonomy) ialah kebebasan untuk mengambil inisiatif, mengatasi hambatan, gigih dalam usaha, dan melakukan sendiri segala sesuatu tanpa bantuan orang lain.
Sedangkan kemandirian yang menggunakan istilah autonomy, Steinberg (1995 : 285)mengkonsepsikan kemandirian sebagai self governing person, yakni kemampuan menguasai diri sendiri.
Kemandirian merupakan sikap dimana seorang individu mencoba menghadapi persoalan hidup dengan menggunakan caranya sendiri tanpa ada interpensi dari pihak eksternal, dan meminimalisir bantuan dari orang lain. Kemandirian juga dapat diartikan sebuah posisi dimana individu bebas mengatur hidupnya, dan menerima sendiri segala konsekuensi atas apa yang telah ia kehendaki. Dengan demikian individu mampu memetik hikmah dari setiap masalah yang ia hadapi, sehingga ia akan lebih matang dan siap dalam menjalani kehidupan yang keras dan penuh tantangan di masa depan. Sehingga seseorang bisa disebut pribadi/individu yang sepenuhnya, dalam arti mampu mengendalikan sendiri kehidupannya, baik dari aspek fisiologis dan psikologis.

B. Karakteristik Perkembangan Kemandirian Pada Anak Dan Remaja
Kemandirian (autonomy) merupakan salah satu tugas perkembangan yang fundamental pada tahun-tahun perkembangan masa kanak-kanak dan remaja. Steinberg (1995 :286) menegaskan, disebut fundamental karena pencapaian kemandirian pada anak dan remaja sangat penting artinya dalam kerangka menjadi individu dewasa bahkan pentingnya kemandirian diperoleh individu pada masa remaja sama dengan pentingnya pencapaian identitas diri oleh mereka.
Kemandirian harus mulai ditanamkan sejak usia dini agar kemudian anak mampu tumbuh menjadi individu yang mampu melakukan segala hal dengan kemampuan diri sendiri yang dominan, artinya anak mampu menyelesaikan suatu pekerjaan dengan sedikit atau tanpa bantuan orang lain. Merupakan suatu kebanggaan bagi para orang tua saat anaknya mampu melakukan segala hal sendiri, seperti memakai sepatu, berpakaina, makan tanpa disuapi, ataupun mengerjakan pekerjaan rumah.
Kemandirian, seperti halnya kondisi psikologis yang lain, dapat berkembang dengan baik jika diberikan kesempatan untuk berkembang melalui latihan yang dilakukan secara terus-menerus dan dilakukan sejak dini. Latihan tersebut dapat berupa pemberian tugas-tugas tanpa bantuan, dan tentu saja tugas-tugas tersebut disesuaikan dengan usia dan kemampuan anak.
Latihan kemandirian yang diberikan kepada anak harus disesuaikan dengan usia anak. Contoh: Untuk anak-anak usia 3 - 4 tahun, latihan kemandirian dapat berupa membiarkan anak memasang kaos kaki dan sepatu sendiri, membereskan mainan setiap kali selesai bermain, dll.
Seringkali orang dewasa beranggapan bahwa hal yang dikerjakan seorang anak itu tidak efisien dan memakan waktu yang lama, maka orang dewasa atau orang tua tidak membiarkan anak melakukan hal kecil sekalipun, seperti membuka bungkus permen, ini kegiatan yang sangat enteng bagi orang dewasa, tapi lain hal bagi anak kecil, bagi mereka ini merupakan perjuangan. Dan pemikiran inilah yang menghambat proses belajar anak dalam menumbuhkan kemandiriannya, hal kecil yang seharusnya menjadi latihan kemandirian anak diambil alih oleh orang dewasa, sehingga dalam perkembangannya anak akan selalu minta bantuan orang dewasa untuk melakukan hal tersebut. Bukanlah merupakan hal asing bagi kita menyaksikan anak berusia lima atau enam tahun yang masih belum bisa memakai pakaian sendiri, atau anak yang untuk makan saja masih harus disuapi oleh orang tuanya. Ini merupakan hasil dari keengganan orang tua dalam melatih anak mereka melakukan hal kecil yang akan membangun kemandiriannya kelak.

Sementara untuk anak remaja berikan kebebasan misalnya dalam memilih jurusan atau bidang studi yang diminatinya, atau memberikan kesempatan pada remaja untuk memutuskan sendiri jam berapa ia harus sudah pulang ke rumah jika remaja tersebut keluar malam bersama temannya (tentu saja orangtua perlu mendengarkan argumentasi yang disampaikan sang remaja tersebut sehubungan dengan keputusannya). Dengan memberikan latihan-latihan tersebut (tentu saja harus ada unsur pengawasan dari orangtua untuk memastikan bahwa latihan tersebut benar-benar efektif), diharapkan dengan bertambahnya usia akan bertambah pula kemampuan anak untuk berfikir secara objektif, tidak mudah dipengaruhi, berani mengambil keputusan sendiri, tumbuh rasa percaya diri, tidak tergantung kepada orang lain dan dengan demikian kemandirian akan berkembang dengan baik.

Pendapat ini diperkuat oleh pendapat para ahli perkembangan yang menyatakan: "Berbeda dengan kemandirian pada masa anak-anak yang lebih bersifat motorik, seperti berusaha makan sendiri, mandi dan berpakaian sendiri, pada masa remaja kemandirian tersebut lebih bersifat psikologis, seperti membuat keputusan sendiri dan kebebasan berperilaku sesuai dengan keinginannya".
Dalam pencarian identitas diri, remaja cenderung untuk melepaskan diri sendiri sedikit demi sedikit dari ikatan psikis orangtuanya. Remaja mendambakan untuk diperlakukan dan dihargai sebagai orang dewasa. Hal ini dikemukan Erikson(dalam Hurlock,1992) yang menamakan proses tersebut sebagai “proses mencari identitas, atau pencarian diri sendiri. Dalam proses ini remaja ingin mengetahui peranan dan kedudukannya dalam lingkungan, disamping ingin tahu tentang dirinyasendiri”.
Teman sebaya merupakan proses pertama dimana remaja mulai belajar berfikir dan bertindak mandiri, mengambil keputusan sendiri, menerima bahkan menolak ajakan teman sebayanya. Di lingkungan inilah permasalahan remaja mulai timbul, dan memerlukan pemecahan yang dihasilkan dari hasil usaha remaja sendiri, di lingkungan inilah remaja mulai melepas diri dari bantuan keluarga, karena mereka menganggap bahwa ini masalahnya sendiri.

Karakteristik Perkembangan Kemandirian Anak
1. Usia 1-2 tahun : anak mampu minum dari gelasnya sendiri tanpa tumpah, mulai makan sendiri dengan menggunakan sendok.
2. Usia 2-3 tahun : memberitahu orang dewasa kala ingin buang air
3. Usia 3-4 tahun : anak mampu ke kamar mandi sendiri
4. Usia 5-7 tahun : anak mampu berpakaian sendiri, mengikat simpul tali sepatu.
5. Usia 8-10 tahun :anak sudah mamapu membenahai peralatan pribadinya seperti menyiapkan buku sesuai jadwal pelajaran, mampu memenuhi kebutuhan sendiri seperti, memasaka mi instan saat orang orang tua tidak di rumah.

C. Tipe-tipe Perkembangan kemandirian Pada Anak dan Remaja
Perlu kita kita ketahui bahwa kemandirian dilihat dari beberapa aspek seperti yang dikemukakan oleh Havighurst (1972), yang menyatakan bahwa kemandirian memiliki beberapa aspek, yaitu:
1. Aspek Intelektual, yang merujuk pada kemampuan berpikir, menalar, memahami beragam kondisi, situasi, dan gejala-gejala masalah sebagai dasar usaha mengatasi masalah.
2. Aspek Sosial, berkenaan dengan kemampuan untuk berani secara aktif membina relasi sosial, namun tidak tergantung pada kehadiran orang lain di sekitarnya.
3. Aspek Emosi, menunjukkan kemampuan individu untuk mengelola serta mengendalikan emosi dan reaksinya, dengan tidak tergantung secara emosi pada orang tua.
4. Aspek Ekonomi, menujukkan kemandirian dalam hal mengatur ekonomi dan kebutuhan-kebutuhan ekonomi, dan tidak lagi tergantung pada orang tua.
Steinberg (1995 : 289) membagi kemandirian dalam tiga tipe, yaitu
kemandirian emosional (emotional autonomy), kemandirian behavioral (behavioral autonomy), dan kemandirian nilai (values autonomy).

1. Kemandirian Emosional
Kemandirian emosional dapat diartikan sebagai kemampuan individu dalam mengelola emosinya, seperti pemudaran ikatan emosional anak dengan orang tua. Percepatan pemudaran hubungan itu terjadi seiring dengan semakin mandirinya remaja dalam mengurus diri sendiri. Dalam analisis Berk (1994) konsekuensi dari semakin mampunya remaja mengurus dirinya sendiri maka waktu yang diluangkan orang tua terhadap anak semakin berkurang dengan sangat tajam. Proses ini sedikit besarnya memberikan peluang bagi remaja untuk mengembangkan kemandiriannya terutama kemandirian emosional. Disamping itu, hubungan antara anak dan lingkungan sebaya yang lebih intens dibanding dengan hubungan anak dengan orang tua menyebabkan hubungan emosional anak dan orang tua semakin pudar. Kedua pihak ini lambat laun akan mengendorkan simpul-simpul ikatan emosional infantil anak dengan orang tua (Steinberg, 1995 : 290). Namun ini bukan berarti anak akan mealukan pemberontakan terhadap orang tua, ini hanya masalah kedekatan yang berbeda, memudar bukan berarti pupus tak bersisa, walau bagaimanapun ikatan batin tetap akan terjalin antara anak dan orang tua.

Menurut Silverberg dan Steinberg (Steinberg, 1995 :291) ada empat aspek kemandirian emosional remaja, yaitu:
1. Sejauh mana remaja mampu melakukan de-idealized terhadap orang tua,
2. Sejauh mana remaja mampu memandang orang tua sebagai orang dewasa umumnya (parents as people),
3. Sejauh mana remaja tergantung kepada kemampuannya sendiri tanpa mengharapkan bantuan emosional orang lain (non dependency), dan
4. Sejauh mana remaja mampu melakukan individualisasi di dalam hubungannya dengan orang tua.

2. Kemandirian Behavioral

Kemandirian perilaku (behavioral autonomy) merupakan kapasitas individu dalam menentukan pilihan dan mengambil keputusan tanpa ada campur tangan dari orang lain. Tapi bukan berarti mereka tidak memerlukan masukan dari orang lain, mereka akan menggunakan maskukan tersebut sebagai referensi baginya dalam mengambil keputusan.

Menurut Steinberg (1993 : 296) ada tiga domain kemandirian perilaku
(behavioral autonomy) yang berkembang pada masa remaja.

Pertama, mereka memiliki kemampuan mengambil keputusan yang ditandai oleh
a. Menyadari adanya resiko dari tingkah lakunya,
b. Memilih alternatif pemecahan masalah didasarkan atas pertimbangan sendiri dan orang lain
c. Bertanggung jawab atas konsekuensi dari keputusan yang diambilnya.

Kedua, mereka memiliki kekuatan terhadap pengaruh pihak lain yang ditandai oleh
a. Tidak mudah terpengaruh dalam situasi yang menuntut konformitas,
b. Tidak mudah terpengaruh tekanan teman sebaya dan orang tua dalam mengambil keputusan,
c. Memasuki kelompok sosial tanpa tekanan.

Ketiga, mereka memiliki rasa percaya diri (self reliance) yang ditandai oleh
a. Merasa mampu memenuhi kebutuhan sehari-hari di rumah dan di sekolah,
b. Merasa mampu memenuhi tanggung jawab di rumah dan di sekolah,
c. Merasa mampu mengatasi sendiri masalahnya,
d. Berani mengemukakan ide atau gagasan.

3. Kemandirian Nilai
Kemandirian nilai (values autonomy) merupakan proses yang paling kompleks, tidak jelas bagaimana proses berlangsung dan pencapaiannya, terjadi melalui proses internalisasi yang pada lazimnya tidak disadari, umumnya berkembang paling akhir dan paling sulit dicapai secara sempurna dibanding kedua tipe kemandirian lainnya. Kemandirian nilai (values autonomy) yang dimaksud adalah kemampuan individu menolak tekanan untuk mengikuti tuntutan orang lain tentang keyakinan (belief) dalam bidang nilai.

D. Factor Yang Dapat Mempengaruhi Perkembangan Kemandirian Anak Dan Remaja
Kemandirian merupakan aspek yang berkembang dalam diri setiap orang, yang bentuknya sangat beragam, pada tiap orang yang berbeda, tergantung pada proses perkembangan dan proses belajar yang dialami masing-masing orang. Ada banyak factor-faktor yang mempengaruhi perkembangan kemandirian anak, namun ada beberapa factor yang sangat berperan banyak dalam membentuk kemandirian anak.
Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Kemandirian anak dan Remaja.
1. Gen atau keturunan orang tua. Orang tua yang memiliki sifat kemandirian tinggi seringkali menurunkan anak yang memiliki kemandirian juga. Namun, factor keturunan ini masih menjadi persebatan karena ada yang berpendapat bahwa sesunguuhnya bukan sifat kemandirian orang tuanya itu menurun kepada anaknya, melainkan sifat orang tuanya muncul berdasrkan cara orangtua mendidikanaknya.
2. Pola asuh orang tua. Orang tua yang terlalu banyak melarang atau mengeluarkan kata jangan kepada anaknya tanpa disertai dengan penjelasan yang rasional akan menghambat perkembangan kemandirian
3. Sistem pendidikan di sekolah. Proses pendidikan disekolah yang tidak mengembangkan demokrasi pendidikan dan cenderung menekankan indoktrinisasi tanpa argumentasi akan menghambat perkembangan kemandirianremaja.
4. Sistem kehidupan di masasyarakat. Sistem kehidupan masyarakat yang terlalu menekankan pentingnya hierarki struktur social, merasa kurang aman atau mencekam serta kurang mengahargai manifestasi potensu remaja dalam kegitan prosuktif dapat menghambat kelancaran perkembangan kemandirian remnja.
E. Konsep Karier
Karier sering diartikan sebagai pekerjaan atau profesi seseorang yang menghasilkan sesuatu dalam memenuhi kebutuhan hidup. Pekerjaan tidak serta merta merupakan karier. Kata pekerjaan (work, job, employment) menunjuk pada setiap kegiatan yang menghasilkan barang atau jasa (Isaacson, 1985); sedangkan kata karier (career) lebih menunjuk pada pekerjaan atau jabatan yang ditekuni dan diyakini sebagai panggilan hidup, yang meresapi seluruh alam pikiran dan perasaan seseorang, serta mewarnai seluruh gaya hidupnya (Winkel, 1991). Maka dari itu pemilihan karier lebih memerlukan persiapan dan perencanaan yang matang dari pada kalau sekedar mendapat pekerjaan yang sifatnya sementara waktu.
Mengingat betapa pentingnya masalah karier dalam kehidupan manusia, maka sejak dini anak perlu dipersiapkan dan dibantu untuk merencanakan hari depan yang lebih cerah, dengan cara memberikan pendidikan dan bimbingan karier yang berkelanjutan.
F. Orientasi Karier Pada Anak Dan Remaja
Pendekatan karier bagi anak dan remaja bukanlah proses dimana anak dibentuk menjadi seorang yang khusus menggeluti salah satu bidang, seperti bagaimana menjadi seorang insinyur, dokter ataupun petani. Tapi oreintasi karier pada anak dan remaja merupakan tahap dimana anak dan remaja dikenalkan dengan dunia yang akan digelutinya kelak.
Pemahaman anak mengenai cita-cita dan masa depan harus diarahkan sejak dini, sejak usia sekolah dasar anak harus digiring pada hal-hal yang mereka minati, sehingga tiap perkembangan usia dan tingkat intelektualnya anak tahu bidang apa yang akan dia tekuni selanjutnya. Sehingga proses pendidikan di sekolah akan diikuti dengan baik dan antusias, karena anak tau manfaat dari ilmu yang ia pelajari, dengan demikian sekolah mampu mencetak generasi berkualitas dan professional di bidangnya.
Dalam buku edisi revisinya Ginzberg dkk (1972) menegaskan bahwa proses pilihan karier itu terjadi sepanjang hidup manusia, artinya bahwa suatu ketika dimungkinkan orang berubah pikiran. Hal ini berarti bahwa pilihan karier tidaklah terjadi sekali saja dalam hidup manusia. Di samping itu Ginzberg juga menyadari bahwa faktor peluang/kesempatan memegang peranan yang amat penting. Meskipun seorang remaja sudah menentukan pilihan kariernya berdasar minat, bakat, dan nilai yang ia yakini, tetapi kalau peluang/kesempatan untuk bekerja pada bidang itu tertutup karena "tidak ada lowongan", maka karier yang dicita-citakan akhirnya tidak bisa terwujud. Dan pada akhirnya Tuhan-lah yang menentukan segalanya, manusia hanya berkemampuan untuk berusaha semampunya
G. Karakteristik fase perkembangan Karier Anak dan Remaja Berdasarkan Usia
Menurut Ginzberg, Ginsburg, Axelrad, dan Herma (1951)
perkembangan karier dibagi menjadi 3 (tiga) tahap pokok, yaitu:

1. Tahap Fantasi : 0 – 11 tahun (masa Sekolah Dasar)
Pada tahap ini anak mulai berfantasi mengenai cita-citanya, seperti berperan sebagai dokter, polisi, penyanyi dan lain-lain. Fantasi ini banyak dipengaruhi oleh lingkungannya baik itu di kehidupan nyata atau hanya sekedar melalui media, seperti televise ataupun internet. Pada tahap ini anak menentukan kariernya tanpa pertimbangan yang rasional.
2. Tahap Tentatif : 12 – 18 tahun (masa Sekolah Menengah)
Pada tahap tentatif anak mulai menyadari bahwa mereka memiliki minat dan kemampuan yang berbeda satu sama lain. Ada yang lebih berminat di bidang seni, sedangkan yang lain lebih berminat di bidang olah raga. Demikian juga mereka mulai sadar bahwa kemampuan mereka juga berbeda satu sama lain. Ada yang lebih mampu dalam bidang matematika, sedang yang lain dalam bidang bahasa, atau lain lagi bidang olah raga.
Tahap tentatif dibagi menjadi 4 (empat) sub tahap, yakni:
a. Sub tahap Minat (11-12 tahun)
anak cenderung malakukan pekerjaan-pekerjaan atau kegiatan-kegiatan hanya yang sesuai dengan minat dan kesukaan mereka saja.
b. Sub tahap Kapasitas kemampuan (13-14 tahun)
Anak mulai melakukan pekerjaan/kegiatan didasarkan pada kemampuan masing-masing, di samping minat dan hobinya
c. Sub tahap Nilai (15-16 tahun)
Anak sudah bisa membedakan mana kegiatan/pekerjaan yang dihargai oleh masyarakat, dan mana yang kurang dihargai
d. Sub tahap Transisi (17-18 tahun)
Anak sudah mampu memikirkan atau "merencanakan" karier mereka berdasarkan minat, kamampuan dan nilai-nilai yang ingindiperjuangkan.

3. Tahap Realistis : 19 – 25 tahun (masa Perguruan Tinggi)
Pada usia perguruan tinggi (18 tahun ke atas) remaja memasuki tahap reasiltis, di mana mereka sudah mengenal secara lebih baik minat-minat, kemampuan, dan nilai-nilai yang ingin dikejar. Lebih lagi, mereka juga sudah lebih menyadari berbagai bidang pekerjaan dengan segala konsekuensi dan tuntutannya masing-masing. Oleh sebab itu pada tahap realistis seorang remaja sudah mampu membuat perencanaan karier secara lebih rasional dan obyektif.

Sedangkan menurut Donald Super perkembangan karier manusia dapat dibagi menjadi 5 (lima) fase, yaitu:
1. Fase pengembangan (Growth) yang meliputi masa kecil sampai usia 15 tahun.
Dalam fase ini anak mengembangkan bakat-bakat, minat, kebutuhan, dan potensi, yang akhirnya dipadukan dalam struktur konsep diri (self-concept structure);
2. Fase eksplorasi (exploration) antara umur 16-24 tahun, di mana saat ini remaja mulai memikirkan beberapa alternatif pekerjaan tetapi belum mengambil keputusan yang mengikat;
3 Fase pemantapan (establishment), antara umur 25 – 44 tahun. Pada fase ini remaja sudah memilih karier tertentu dan mendapatkan berbagai pengalaman positif maupun negatif dari pekerjaannya. Dengan pengalaman yang diperoleh ia lalu bisa menentukan apakah ia akan terus dengan karier yang telah dijalani atau berubah haluan.
4 Fase pembinaan (maintenance) antara umur 44 – 65 tahun, di mana orang sudah mantab dengan pekerjaannya dan memeliharanya agar dia bertekun sampai akhir;
5 Fase kemunduran (decline), masa sesudah pensiun atau melepaskan jabatan tertentu. Dalam fase ini orang membebaskan diri dari dunia kerjaformal.

Ginzberg dan Donald Super, memberi petunjuk yang jelas bagi kita bahwa karier adalah permasalahan sepanjang hidup. Maka ada pepatah yang mengatakan bahwa karier itu merupakan persoalan sejak lahir sampai mati 'from the birth unto the death' atau 'from the womb to tomb' (dari kandungan sampai kuburan). Sekarang sampailah pada persoalan pokok, yakni bagaimanakah membantu anak-anak untuk sejak dini merencanakan karier mereka di masa depan? Tentunya pihak orang tua dan lembaga sekolah sangat berandil besar dalam mengenalkan anak pada impiannya dan membantu mereka demi mencapai impian tersebut.
H. Factor yang Dapat Mempengaruhi Perkembangan Karier Anak dan Remaja
Factor yang mempengaruhi perkembangan karier anak dan remaja dibagi menjadi dua bagian:
1. Faktor Internal
a. Motivasi dalam diri anak sendiri
b. Kesadaran anak pada kemampuan dan minat yang dimiliki
2. Faktor Eksternal
a. Keluarga.
b. Pendidikan Sekolah.
c. Lingkungan sekitar, baik itu teman sebaya ataupun media informasi

1. PERKEMBANGAN BAHASA ANAK DAN REMAJA
1. Pengertian Perkembangan Bahasa
Perkembangan bahasa dapat diartikan meningkatnya kemampuan penguasaan alat berkomunikasi, baik dengan lisan, tulisan, maupun menggunakan isyarat dan symbol, dalam konteks usaha seseorang agar dapat mengerti maksud orang lain dan dimengerti orang lain.

2. Karakteristik Perekembangan Bahasa Anak dan Remaja
Perkembangan bahasa terkait dengan perkembangan kognitif, artinya factor intelektual sanngat berpengaruh terhadap perkembangan kemampuan berbahasa. Bayi yang tingkat intelektualnya masih belum berkembang belum mampu mengatakan kata tak bermakna sama sekali, namun seiring perkembangannya bayi mampu berbahasa mulai dari hal yang sederhana berupa bunyi-bunyian yang belum bermakna sampai kalimat kompleks, dimana pembelajaran bahasa baru akan dimulai pada usia 6-7 tahun, disaat anak mulai bersekolah.
Bahasa remaja adalah bahasa yang telah berkembang. Bahasa remaja banyak dipengaruhi oleh situasi lingkungannya. Seperti teman sebaya, yang interaksinya terjalin lebih intens, sehingga bahasa yang digunakan untuk berkomunikasinya pun disesuaikan dengan bahasa teman seusianya. Disamping itu sekolah juga memberikan kontribusi dalam perkembangan bahasa remaja, di sekolah remaja dididik agar mampu memilah bahasa yang baik dan sesuai kondisi dan penggunaannya. Bahasa remaja juga dibentuk oleh keluarga, keadaan keluarga yang tingkat ekonominya rendah dan buta huruf akan cenderung menggunakan bahasa pasar, lain halnya dengan remaja yang tinggal di keluarga yang berada.

3. Factor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Bahasa

1. Umur anak
2. Kondisi lingkungan
3. Kecerdasan anak
4. Status social ekonomi keluarga
5. Kondisi fisik

4. Pengaruh Kemampuan Berbahasa Terhadap Kemampuan Berpikir, Perkembangan Kemandirian dan Karier
Kemampuan berbahasa dan berfikir berkaitan sangat erat, seseorang yang kemampuan berfikirnya rendah tidak akan mampu menyusun kalimat yang rapih, baik, dan logis, orang yang kemampuan berbahasanya rendah akan sulit dalam mengutarakan gagasannya dengan benar, dengan demikian hubungan sosialnya pun akan terhambat. Kondisi ini akan merambat pada situasi kemandirian dan karier anak kedepannya. Seseorang yang kemampuan berbahasanya rendah, akan selalu memerlukan seseorang yang dekat dengannya sebagai penerjemah, atau sebagai perantara dalam berkomunikasi dengan orang lain, maka perkembangan kemandiriannyapun akan berjalan lambat. Demikian pula dengan perkembangan karier, kemampuan berbahasa yang baik akan memudahkan seseorang dalam merancang cita-cita di masa depannya kelak, meski tidak menutup kemungkinan bahwa orang yang tumbuh kembang bahasanya rendahpun mampu menjadi orang sukses kedepannya.